Hasil Riset: Kelambu Beracun Efektif Mencegah Malaria, Nyamuk Dijamin Kram Sayap

Kelambu yang dikembangkan oleh BASF di Jerman dan LSHTM, sedikit lebih mahal ketimbang kelambu saat ini, sekitar tiga dolar AS (Rp 40.015) per buah, tetapi para peneliti mengatakan penyelamatan dalam mencegah kasus melebihi kenaikan pengeluaran awal.
Berbeda dengan pyrethroid, chlorfenapyr bekerja secara efektif melumpuhkan nyamuk-nyamuk dengan menyebabkan kram sayap dan membuatnya tidak bisa terbang.
Bahan kimia itu pertama kami diajukan untuk penggunaan melawan malaria sejak 20 tahun lalu dan sudah digunakan untuk pengendalian hama sejak 1990.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melakukan prakualifikasi penggunaan kelambu baru, tetapi uji coba yang didanai Pemerintah Inggris dan Wellcome Trust, dapat menghasilkan rekomendasi yang lebih luas untuk penggunaannya.
“Ini adalah bukti pertama dalam kondisi kehidupan nyata,” kata Jacklin Mosha, penulis utama studi dari Institut Nasional Penelitian Medis, Tanzania, kepada Reuters.
Bersamaan dengan kemajuan vaksin malaria, yang disetujui oleh WHO tahun lalu, tim mengatakan kelambu dapat menjadi alat lain dalam kotak peralatan malaria.
Namun, mereka memperingatkan bahwa penting untuk memastikan bahwa nyamuk-nyamuk itu tidak cepat mengembangkan resistensi terhadap chlorfenapyr jika digunakan secara luas. (ant/dil/jpnn)
Pada 2020, sebanyak 627.000 orang meninggal karena malaria, sebagian besar anak-anak di Afrika sub-Sahara
Redaktur & Reporter : Adil
- Australia & Indonesia Siapkan Anggaran Rp 40 Miliar untuk Riset Transisi Energi Berkelanjutan
- Ibas Sebut Penguatan Riset dan Pendidikan di Indonesia Harus Diperkuat
- AII: 16 Invensi Hasil Riset GRS 2021-2023 Siap Dihilirisasi
- GSRI Umumkan Hasil Riset Terbaru Soal Program Makan Bergizi Gratis, Jangan Kaget
- Mengenal NeXa, AI Research Assistant Pertama di Indonesia pada AIxplore 2025
- Survei KIC: Indonesia Masih Tertinggal dalam Pengembangan Teknologi AI