Hasil Survei FSI Abaikan Kode Etik Universal

Hasil Survei FSI Abaikan Kode Etik Universal
Hasil Survei FSI Abaikan Kode Etik Universal
Meskipun tidak disampaikan secara terbuka kepada publik metodologinya, kata Umar, maka dapat disimpulkan bahwa  metodologi yang digunakan FSI tidak lazim. Jika benar bahwa FSI mendatangi 5 ribu desa maka dengan sendirinya setiap desa hanya memperoleh 2 orang responden.

    

Padahal menurut prinsip Primary Sampling Unit (PSU) yang berlaku universal, cara seperti itu tidak wajar. ”Setiap PSU setara desa atau  kelurahan seharusnya memperoleh 10 responden,” terangnya.

    

Kemudian klaim bahwa 10 ribu sampel yang digunakan terdistribusi di 21 provinsi, ini juga kurang tepat. Sebab jika menganut azas proporsionalitas  dalam penentuan sampel, dengan 2.500 responden saja sudah dapat terdistribusi ke 33 provinsi di seluruh Indonesia. ”Artinya jika FSI mengklaim menggunakan 10 ribu responden, sudah lebih dari cukup untuk didistribusikan ke seluruh provinsi yang ada,” tukas Umar.

    

Terkait dugaan kalau survei FSI itu menjalankan survei sesuai pesanan, menurut Umar, silakan saja menggelar survei yang ’by order’ itu. Namun tetap harus tetap menjaga profesionalitas sebagai akademisi, menjunjung tinggi kode etik survei opini.

    

JAKARTA – Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) menilai survei yang baru dilakukan Forum Survei Indonesia (FSI) itu adalah survei yang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News