Hentikan Berbalas Pantun Politik Jelang Pilpres
Melihat belum munculnya kedewasaan berpolitik oleh beberapa elite, lebih baik menawarkan daripada adu program.
Kedua, saling membela. Walaupun tampak sulit, jika ada kemauan pasti bisa diwujudkan. Ketika salah satu pasangan diserang atau dirugikan wacana hoaks, ujaran kebencian, provokatif, eksploitasi politik identitas dan sejenisnya, maka paslon lain yang bisa jadi diuntungkan dari wacana tersebut, maju ke depan membela yang dirugikan.
"Sembari mengatakan “kami tidak mau menang di tengah munculnya politik hoaks, ujaran kebencian, provokatif, eksploitasi politik identitas dan sejenisnya”. Demikian sebaliknya," katanya.
Bila saling membela dilakukan antara masing-masing paslon, Emrus memastikan hoaks, ujaran kebencian, provokatif, eksploitasi politik identitas akan layu sebelum berkembang.
Sebaliknya, jika upaya saling membela dikesampingkan demi semata-mata memperoleh kemenangan, sangat sulit meredam hoaks, ujaran kebencian, provokatif, eksploitasi politik identitas dan sejenisnya, tentu dengan segala konsekuensi yang menyertainya.
"Kampanye damai bisa sulit terwujud," tegasnya.
Tindakan saling membela harus dilakukan secara masif. Tidak boleh ada sedikitpun pembiaran terhadap perilaku yang mengganggu keberadaban kampanye hingga pascapenetapan pemenang tahun depan.
Ketiga, melakukan pertemuan silaturahmi antarkedua paslon sebulan satu kali. Pertemuan ini dilakukan di beberapa tempat secara bergantian di seluruh wilayah Indonesia.
Antara dua kubu paslon pilpres saling menembakkan peluru sindirikan komunikasi politik ke ruang publik.
- NasDem Kembali Tegaskan Komitmen Mengawal Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Sampai Tuntas
- Nasakom
- Soetrisno Bachir Diusulkan Jadi Menteri, Pengamat: Kurang Mumpuni
- Menurut Ferdinand Hutahaean, Fadli Zon Terlalu Baper
- Prabowo - Sandi Jadi Anak Buah Jokowi, Respons Mardani PKS Cukup Menohok
- Jokowi Mengukir Sejarah, 2 Kali Kalahkan Prabowo - Sandi