Heran, Temuan Rp 191 M Mandek, yang Rp 200 Juta Diuber-uber
jpnn.com - JAKARTA - Pakar Komunikasi Effendi Gazali mengaku heran dengan cara kerja aparat penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. Effendi memberi contoh beberapa kasus besar temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernilai di atas Rp 1 miliar, mandek tanpa ada kejelasan lanjut atau tidak diproses.
"Asrama PDT yang berdekatan dengan proyek Hambalang, itu prosesnya tanpa tender dan temuan BPK ada potensi kerugian negara Rp 1 miliar. Ini sudah diserahkan ke KPK sejak 2012, namun hingga saat ini tidak jelas perkaranya," ungkap Effendi saat jadi pembicara di sarasehan Refleksi 69 Tahun BPK RI, Selasa (19/1).
Demikian juga kasus Sumber Waras yang dari temuan BPK ada penyimpangan Rp 191 miliar. Lagi-lagi kasus ini masih tersimpan di KPK dan menunggu list untuk diproses.
"Saya heran, kasus yang nilai kerugiannya lebih besar malah mandek. Yang nilai Rp 200 juta malah diuber-uber. Ada apa ini, apakah aparat penegak hukum membuat list dan menunggu moment baru dibombardir," serunya.
Cara kerja aparat penegak hukum yang tidak jelas inilah sering menjadi tanda tanya masyarakat. Apakah kerja penegak hukum ini mengikuti aturan atau disesuaikan dengan kondisi.
"Jangan salah kalau ada sebagian masyarakat kinerja aparat hukum kita ada nuansa politiknya. Sebab, kasus yang sudah lama tidak diutak-atik. Kasus baru yang ada kaitannya dengan politisi, itu duluan yang digarap," bebernya. (esy/jpnn)
JAKARTA - Pakar Komunikasi Effendi Gazali mengaku heran dengan cara kerja aparat penegak hukum dalam menangani kasus korupsi. Effendi memberi contoh
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Info dari Mensos Jumlah Korban Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki
- AMPHURI Dorong Prabowo Lobi Arab Saudi, Biar Kuota Haji Indonesia Bertambah
- Pegadaian Salurkan Bantuan kepada Warga Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi
- KPK Proses Laporan Dugaan Korupsi Aset Pemkab Kutai Timur di Jakarta
- Kantor Imigrasi Jakpus Deportasi 14 WNA yang Langgar Izin Tinggal
- Seniman Faida Rachma Soroti Isu Hunian dan Kepemilikan di Jakarta Biennale 2024