Hergun Membeber Alasan Proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung Tak Layak Didanai APBN
jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan menyatakan penggunaan APBN untuk mengatasi pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) kurang tepat.
Legislator Gerindra yang beken disapa dengan panggilan Hergun itu menilai proyek kereta cepat Jakarta - Bandung dari segi investasi tidak memberikan keuntungan secara cepat. Sebab, menurut peneliti, proyek KCJB baru bisa balik modal setidaknya dalam 139 tahun.
Hal itu disampaikan Hergun merespons paparan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani di Komisi XI terkait pemberian penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 4,3 triliun untuk mendanai proyek KCJB.
Dana tersebut akan diambil dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2021. Konon, PMN itu sebagai misi penyelamatan terhadap proyek KCJB yang mengalami pembengkakan biaya.
Pada awalnya proyek tersebut diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun. Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun.
"PMN itu artinya negara menginvestasikan sejumlah uang dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa yang akan datang. Namun bila balik modalnya membutuhkan waktu yang lama maka disebut tidak layak investasi," kata Hergun di Jakarta, Senin (15/11).
Menurut Kapoksi Gerindra di Komisi XI DPR RI itu, faktor lain yang membuat KCJB dianggap kurang ekonomis yaitu karena stasiun terakhir berada di pinggiran Kota Bandung, tepatnya di stasiun Tegalluar.
Dengan demikian, penumpang kereta cepat itu masih harus berganti moda transportasi untuk menuju ke tengah kota.
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan membeber alasan proyek kereta cepat Jakarta - Bandung (KCJB) tak layak didanai APBN.
- Imlek Fitri
- 1 Juta Butir Obat Terlarang Disita di Bandung, 11 Orang Jadi Tersangka
- 3 Faktor Lamanya Pemadaman Api Kebakaran Hebat Pabrik Tekstil di Bandung
- Kebakaran Pabrik Tekstil di Bandung, Pemadaman Berlangsung 13 Jam
- Usulan untuk DPR: Pendidikan tentang Koperasi Diajarkan Mulai dari Sekolah Dasar
- Ibas: Perlukah Amandemen UUD 45 untuk Akomodasi Perkembangan Zaman?