Hibah Kekuasaan itu Mustahil

Hibah Kekuasaan itu Mustahil
Hibah Kekuasaan itu Mustahil
Namun semata berorientasi kekuasaan dan melupakan mengapa sebuah partai politik didirikan bisa  membuat ahistoris. Pada dasarnya partai politik didirikan adalah sebagai bentuk kedaulatan rakyat. Partai politik berdiri tak bisa melepaskan diri dari kedaulatan yang berarti juga impian dan harapan rakyat. Tegasnya partai politik adalah perwujudan dari demokrasi, yang menampung hasyrat dan mimpi-mimpi rakyat.

Historis partai politik ini mengharuskan bahwa apapun putusan partai haruslah bottom up. Bukan top down. Segala sesuatunya diputuskan berjenjang mulai dari tingkat paling bawah dan mendaki perlahan ke tingkat yang paling tinggi. Sayangnya, kehidupan partai macam ini hanya tinggal di atas kertas, jika pun masih ada yang mencantumkannya dalam AD dan ART partai.

Dalam prakteknya semangat demokrasi itu telah berubah menjadi budaya paternalistis. Para DPC dan DPD yang hendak berangkat ke kongres selalu melihat gejala di tingkat elit. Maklum, ini pula yang disosialisasikan para elit ke tingkat bawah yang kemudian melahirkan dukungan, boleh jadi karena faktor X, bisa saja oleh money politics atau pikiran pragmatis siapa yang  dominan di pusat kekuasaan partai politik.

 

Dengan pola macam itu, dipastikan tokoh-tokoh muda tak mempunyai mesin politik yang kuat karena tidak dibarengi oleh dana politik yang kuat pula. Kekuatan gagasan semata rupanya tidak menggoda para peserta kongres yang kemungkinan besar lebih berpikir pragmatis dan transaksional. Tak ayal, anak muda macam Yuddy dan Budiman menjadi marginal dan feriferal, apa boleh buat.

KEMALANGAN Yuddy Chrisnandi tak pantas dibandingkan dengan keberuntungan Anas Urbaningrum. Jika Anas meraih suara tertinggi dalam Kongres Demokrat,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News