Hidayat Nur Wahid Usulkan Pembentukan Mahkamah Kehormatan MPR RI
Beberapa waktu lalu, Ketua MPR menyatakan bahwa : ”Ketiadaan Mahkamah Etik, menyebabkan orang yang diputus melakukan kesalahan etika oleh masing-masing penegak kode etik, mengajukan banding atau mencari keadilan ke peradilan umum, entah melalui Mahkamah Agung maupun PTUN. Padahal antara etika dan hukum, adalah dua hal yang berbeda. Orang yang bersalah secara etika, belum tentu bersalah di mata hukum. Namun yang bersalah di mata hukum, sudah pasti bersalah di mata etika."
Landasan pembentukan Mahkamah Etik, kata Hidayat bisa mengacu kepada TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Dan, langkah ini juga sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Sidang Umum tahun 1996 yang merekomendasikan agar seluruh negara anggotanya, termasuk Indonesia, membangun 'ethic infra-structure in public offices', yang mencakup kode etik dan lembaga penegak kode etik. Indonesia telah merespon hal itu dengan membentuk berbagai lembaga penegak kode etik.
Mahkamah Etik atau Mahkamah Kehormatan MPR ini, oleh HNW diusulkan untuk bisa dibentuk dan dideklarasikan oleh MPR pada saat peringatan HUT MPR 29 Agustus 2020. Dan bila terlaksana, maka hal itu akan menjadi modal moral MPR saat akan terlibat melanjutkan pembahasan Pembentukan Konvensi Nasional ke II soal Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, pada Oktober atau November 2020, yang oleh MPR RI akan diadakan bersama Komisi Yudisial (KY), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Dalam Konvensi tersebut, rencananya selain menghadirkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, juga menghadirkan berbagai pimpinan penegak kode etik. Dari mulai Ketua Komisi KY, Ketua DKPP, Ketua MKD DPR RI, Ketua BK DPD RI, Ketua Dewan Etik MK RI, Ketua KASN, Ketua Majelis Kehormatan PERADI, Ketua Majelis Etika Ikatan Notaris Indonesia, Ketua Dewan Pers, para Ketua Dewan Kehormatan masing-masing partai politik yang berada di DPR RI, serta lembaga penegak hukum dari kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
“Melalui konvensi tersebut diharapkan lahir berbagai gagasan dan kesepahaman tentang pentingnya keberadaan Mahkamah Etik. Dengan demikian mengurangi beban kerja penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, dan peradilan umum karena tak perlu lagi repot menangani masalah etika. Sehingga Indonesia bisa mencatat sejarah baru di dunia, sebagai negara yang mempelopori penegakan etika secara transparan, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," urai Bambang Soesatyo.
Mahkamah Etik akan menjadi ujung dari proses penegakan etik dan setiap putusan etika yang diputuskan berbagai penegak kode etik yang terdapat di lingkup MPR.
Di samping itu, menurut HNW, keberadaan Mahkamah Etik MPR juga akan membentengi dan menyemangati MPR (Pimpinan dan Anggotanya) untuk lebih menjaga marwah mereka saat laksanakan tugas dari/di MPR, meningkatkan kepercayaan Rakyat thd MPR, juga sebagai bentuk pengamalan terhadap Pancasila, khususnya Sila I dan II, yang selalu disosialisasikan MPR,” pungkas HNW.(jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Menurut Hidayat Nur Wahid, landasan pembentukan Mahkamah Etik bisa mengacu kepada TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.
Redaktur & Reporter : Friederich
- Waka MPR Lakukan Uji Coba Makan Bergizi Gratis di Donggala
- Eddy Soeparno Dukung Diplomasi Prabowo Membangun Kolaborasi Global Hadapi Krisis Iklim
- MPR & ILUNI FHUI Gelar Justisia Half Marathon, Plt Sekjen Siti Fauziah Sampaikan Ini
- Ahmad Muzani Ingatkan Warga Jaga Persatuan & Kesatuan Menjelang Pilkada 2024
- Pesan Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono ke Generasi Muda, Ada 3 Poin Penting
- Peringati HKN 2024, Ibas Ajak Masyarakat Dukung dan Kawal Reformasi Kesehatan