Hidup Baru Perempuan Afghan Korban KDRT
Kamis, 20 Desember 2012 – 22:33 WIB
Ketika diwawancarai jaringan berita CNN Selasa lalu (18/12), Aisha yang tidak pernah sekolah atau merayakan ulang tahunnya itu menyatakan bahwa kini dia tidak takut lagi melihat wajahnya di depan kaca. "Saya tidak peduli," ungkapnya. "Setiap orang punya masalah. Awalnya, saya sangat takut. Bahkan, saya takut melihat wajah saya sendiri di depan kaca," lanjutnya.
Baca Juga:
Perempuan yang terpaksa menikah dalam usia 14 tahun dan lantas menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) itu pun menuturkan perasaannya saat ini. "Dulu saya takut untuk berpikir bagaimana nasib dan masa depan saya. Tetapi, sekarang saya tidak takut lagi. Sekarang saya tahu arti hidup dan juga bagaimana menjalaninya. Di sana (Afghanistan) saya tidak tahu bagaimana caranya menjalani hidup," paparnya.
Aisha diserahkan kepada seorang milisi Taliban sebagai kompensasi atas pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anggota keluarganya. Karena terus menjadi korban KDRT, dia pun lari saat berusia 18 tahun. Setelah tertangkap, dia pun dikembalikan kepada mertuanya.
Lalu, suami bersama mertua dan tiga anggota keluarga lain membawa Aisha ke sebuah gunung. Hidung dan dua telinganya dipotong, serta dia dibiarkan sekarat di gunung. Aisha kemudian diselamatkan para pekerja kemanusiaan dan medis serta tentara AS. Selanjutnya, dia dibawa ke sebuah tempat rahasia di Kota Kabul sebelum diterbangkan ke Negeri Paman Sam.
BETHESDA - Masih ingat dengan seorang perempuan Afghanistan yang menggemparkan dunia setelah menjadi sampul majalah Time Agustus 2010? Saat itu,
BERITA TERKAIT
- Beda dengan Prabowo, Trump Tunjuk Utusan Khusus Presiden untuk Atasi Krisis Ukraina
- Wapres Sara Duterte Digugat Pidana oleh Kepolisian Filipina
- Rawhi Fattuh Jadi Calon Kuat Presiden Palestina, Siapakah Dia?
- Mahmoud Abbas Keluarkan Dekrit Demi Penggantinya di Jabatan Presiden Palestina
- BPK Dorong Tata Kelola Pendanaan Iklim yang Transparan dan Efektif
- Hubungan Presiden dan Wapres Filipina Retak, Beredar Isu Ancaman Pembunuhan