Hidup Kesusu

Oleh: Dahlan Iskan

Hidup Kesusu
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Tidak ada HP, tidak ada laptop, tidak ada iPad. Pilihannya: ngobrol atau melamun. Sambil melihat pohon-pohon rindang di tepian sungai Mahakam. Ada juga yang sambil memancing: untuk lauk makan di perahu itu juga.

Baca Juga:

Zaman itu ikan patinnya masih alami. Besar-besar. Itulah ikan, yang menurut penduduk setempat, makan buah ngingas yang jatuh ke sungai.

Begitu banyak pohon ngingas yang rimbunnya bisa menaungi perahu di bawahnya. Buah ini tidak bisa dimakan manusia. Juga bisa membuat gatal yang luar biasa.

Patin-buah-ngingas seperti itu lezatnya tidak bisa ditemukan lagi sekarang. Hampir tidak terlihat lagi pohon ngingas.

Beda sekali dengan perjalanan saya kali ini. Pakai mobil. Harus buru-buru. Dikejar jadwal. Berangkat harus dini hari. Sore itu juga harus tiba kembali di Samarinda.

Habis makan sahur langsung berangkat. Sebelum waktu berbuka puasa harus sudah tiba kembali di Samarinda.

Hidup kini begitu tergesa-gesa. Begitu emosi. Begitu tidak alami. Hidup begitu menyiksa.

Untuk apa hidup seperti itu? Untuk apa?

Sejak itu belum pernah saya ke situ lagi. Coba tahu lokasinya di situ saya ajak serta mantan pacar itu. Sekalian bernostalgia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News