Hidup, Setelah 17 Jam Tertindih Beton

Laporan, ISwanto. JA -- Padang

Hidup, Setelah 17 Jam Tertindih Beton
Tim evakuasi dari Jepang sedang menyusuri reruntuhan beton di puing-puing hotel Ambacang, Padang.

Friska sekarang tak kuasa menahan tangis untuk meminta seteguk air. Tenggorokannya terasa kering di tambah udara tenda perawatan panas. Namun keinginan Friska tidak bisa dipenuhi keluarganya yang membesuk karena ia akan dioperasi. Sebab dokter sendiri menyarankan, bahwa Friska harus puasa dalam beberp jam menunggu operasi."Tolong kasih minum, aku haus. Dari tadi tidak diurusi dan tidak dikasih minum. Tunda saja operasinya sampai beberapa hari lagi, aku masih kuat hidup," harap Friska meminta air kepada keuarganya sambil menangis.

Di bawah tenda darurat, Friska di temani Sias (ayah), Erni (ibu), Syafrisa (kakak) untuk menjaganya. Keluarga Friska juga tidak mampu berbuat banyak, semua hanya menunggu perintah dokter.Sias (51), pascagempa langsung pergi ke Kota Padang untuk mencari anak. Sejak Kamis pagi ia mencari anak diberbagai rumah sakit namun hasilnya nihil. Akhirnya ia pulang kembali ke kampungnya sambil melihat televisi terkait berita gempa. Akhirnya pada Jumat (2/10) sekitar pukul 10.00 Wib, ia dan keluarganya melihat wajah Friska ketika diangkat oleh sejulah anggota TNI dari reruntuhan bangunan.

"Saya yakin tubuh perempuan yang diangkat anggota TNI melalui siara televisi itu anaknya saya. Sebab beberapa kali wajahnya sempat tersorot kamera. Kami sekeluarga langsung menngis dan pergi ke RS M Djamil.Menurut Sias, sampai di RS M Djamil ia juga masih kesulitan mencari tempat anaknya di rawat. Hampir dua jam ia mondar-mandir keluar masuk tenda untuk melihat anaknya. Semua itu akibat minimnya sumber informasi di di tenda darurat. (aj/jpnn)

Kota Padang yang indah, asri dan nyaman itu tiba-tiba menjadi garang. Gempa yang mengguncang, tidak saja meluluh lantakkan gedung dan bangunan yang


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News