Hilangkan Hambatan Investasi Migas

Demi Kecukupan Suplai Energi

Hilangkan Hambatan Investasi Migas
Hilangkan Hambatan Investasi Migas
JAKARTA-Di tengah ketidakpastian perekonomian global, ketersediaan energi secara berkesinambungan menjadi isu fundamental. Seiring makin terbatasnya energi fosil serta gaya hidup manusia modern yang tidak bisa lepas dari kebutuhan energi, dipastikan suplai energi menjadi tantangan terbesar ke depan. Dibutuhkan kerjasama komprehensif antara dunia usaha dan pemerintah guna menjawab tantangan ketersediaan anergi. Diperlukan perbaikan iklim investasi yang selama ini masih dirasakan menghambat. Pemerintah memerlukan modal, investasi, teknologi, dan memerlukan transfer ilmu pengetahuan guna menggali sumber- sumber energi baru.

jpnn.com - Sedangkan dunia usaha memerlukan kepastian berusaha, birokrasi yang efesien tanpa pungutan liar, kecepatan pengambilan keputusan, perlindungan investasi, dan keuntungan yang memadai. ”Kita satukan kepentingan-kepentingan itu dalam kerjasama komprehensif guna menjawab tantangan ketersediaan energi di masa depan,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa ketika membuka Asia Pacific Oil & Gas Conference and Exhibition di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan kemarin (20/9). Dia menambahkan, Indonesia menempatkan kecukupan energi sebagai salah satu prioritas utama dalam strategi pembanguna ekonomi.

Tidak mungkin bangsa ini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi menuju kesejahteraan apabila tidak didukung pertumbuhan sektor energi yang memadai. Pertumbuhan akan melambat apabila suplai energi tidak memadai. ”Walaupun pertumbuhan ekonomi dunia dikoreksi dari 4,4 manjadi 4,2 dan akan terkoreksi lagi seiring melambatnya pertumbuhan Amerika Serikat dan Eropa, Tapi konsumsi energi seperti minyak, gas dan listrik tetap tinggi,” kata ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini. Pada tahun ini ekonomi Indonesia akan tumbuh 6,5 persen, meningkat menjadi 6,7 hingga 6,9 persen pada 2012. Pada 2014 ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh di atas tujuh persen jika tidak terjadi krisis global. Ketika itu pendapatan per kapita sudah mendekati US$ 5.000 dengan GDP US$ 1,2 triliun. ”Tentu saja yang saya sampaikan ini dengan asumsi suplai energi cukup,” ujar Hatta. Setiap satu persen pertumbuhan ekonomi Indonesia, lanjut Hatta, paling tidak dibutuhkan 1,25 persen pertumbuhan di sektor energi.

Apabila pertumbuhan ekonomi mencapai tujuh persen, dipastikan pertumbuhan energi harus sekitar 10 persen. Sebuah tantangan besar bagi komunitas migas di tanah air. Dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada 2025 Indonesia ditargetkan sudah menjadi negara maju. Pada tahun itu permintaan terhadap suplai minyak dan gas akan tumbuh lebih dari 8 juta barel oil equivalen per hari. Saat ini permintaan masih berada pada kisaran 2,5 juta barel oil equivalen per hari. ”Sebuah pertumbuhan yang sangat tinggi. Ini tantangan bagi komunitas migas,” kata Hatta. Dia juga mengajak kalangan migas dan pemangku kepentingan melakukan telaah kritis mengapa dalam satu dekade ini produksi minyak nasional tidak kunjung meningkat.

Seperti diketahui, pada APBN 2011 target produksi minyak ditetapkan sebesar 970 ribu barel per hari. Namun sampai semester pertama 2011, produksi minyak hanya bisa mencapai rata-rata 912 ribu barel per hari. Karenanya, pada APBN-P 2011 target itu diturunkan menjadi 945 ribu barel per hari. ”Memang betul salah satu penyebab produksi minyak sulit mencapai target karena sumur-sumur kita yang sudah tua. Tapi apa betul tidak ada sesuatu yang bisa kita perbaiki. Salah satunya mengatasi penurunan produksi alamiah dan melakukan upaya-upaya baru meningkatkan produksi,” pinta Hatta. (dri)

JAKARTA-Di tengah ketidakpastian perekonomian global, ketersediaan energi secara berkesinambungan menjadi isu fundamental. Seiring makin terbatasnya


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News