Hilangkan Penyadapan, Ibarat Gelar Karpet Merah untuk Koruptor

Hilangkan Penyadapan, Ibarat Gelar Karpet Merah untuk Koruptor
Hamdi Muluk. Foto: Dokumen JPNN

"Menghilangkan kewenangan tersebut ibarat menggelar karpet merah bagi koruptor," tegasnya. 

Menurut dia, dengan menghilangkan kewenangan tersebut juga sama artinya memberikan fasilitas dan kemudahan bagi koruptor. Sehingga, kata dia,  merevisi UU KPK dengan menghilangkan atau mengurangi kewenangan penyadapan serta memberikan kewenangan SP3 hanya sebagai upaya mencabut gigi taring KPK dalam membongkar kasus korupsi di Indonesia.

"Semangat melakukan Revisi UU KPK itu secara ideal substansinya juga harus benar-benar memperkuat KPK, tapi kalau faktanya lebih banyak memperlemah KPK sebaiknya tidak usah dilakukan Revisi UU KPK," timpal Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk.

Ia menambahkan, dari  sejumlah usulan krusial dalam Naskah Revisi UU KPK  yang ada baik dari pemerintah maupun DPR, terkesan semangatnya memperlemah KPK.

Dia menyatakan, ada tiga hal krusial yang perlu jadi perhatian. Pertama, independensi KPK harus dijaga, keberadaan dewan pengawas mungkin memgurangi independensi KPK. "Cukup komite etik KPK yang diperkuat," ujarnya.

Kedua,  penyadapan itu kekuatan KPK sehingga jangan dihilangkan atau dihambat. Ketiga,  pengangkatan penyidik di luar jaksa dan polisi perlu didorong, untuk mendukung independensi KPK.

"Tidak ada alasan memperkuat KPK dalam Draf Revisi UU KPK yang ada sekarang," tambah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Prof Saldi Isra.

Menurutnya, rencana revisi ini bahkan dapat dikatakan semacam ancaman sistematis untuk melumpuhkan KPK. Keempat butir revisi yakni kewenangan mengeluarkan SP3, izin Dewan Pengawas dalam melakukan penyadapan, tidak dapat mengangkat penyelidik dan penyidik di luar aparat penegak hukum, dan pembentukan Dewan Pengawas, makin berpotensi memperkuat upaya pelemahan KPK.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News