Hilirisasi Rudi
Oleh: Dahlan Iskan
"Ternyata punya kemampuan produksi saja tidak cukup. Tanpa kemampuan marketing usaha tidak jalan," ujarnya.
Rudi pun ingin punya kemampuan marketing. dIa ke Surabaya. Cari kerja yang terkait marketing. Dia jualan alat-alat rumah tangga di perusahaan besar. Dalam dua tahun berhasil jadi penjual yang baik.
Datanglah Covid-19.
Rudi pulang ke Sine. Di Sine Rudi melihat begitu banyak tanah telantar. Milik desa. Dia tahu mengapa telantar: ditanami jagung dimakan kera; ditanami ubi dimakan babi. Desa itu memang di pinggir hutan jati.
Saat itu Rudi sudah sering mendengar kata porang: lagi populer saat itu. Dia menyebut nama orang yang memopulerkannya –Anda mungkin tidak tahu siapa nama orang itu.
Rudi pun menanam porang. Dua hektare. Harga jual porang lagi gila-gilaan: sampai Rp 8.000/kg basah. Petani lain pun ikut menanam di lahan sekitarnya. Total sekitar 30 petani yang ikut jejak Rudi.
Harga porang jatuh. Tinggal Rp 2.500/kg. Kalau toh sempat naik lagi hanya sampai Rp 3.000/kg. Harga tinggi tidak pernah datang lagi.
Banyak petani yang kapok menanam porang. Apalagi yang lahannya subur. Rugi besar.