Hindari Tabrakan RUU PKS dan RUU KUHP
Diah pun menepis tudingan bahwa RUU PKS mengamini atau membebaskan segala macam hal yang kebablasan. Yang pasti, Diah menegaskan, DPR lewat RUU PKS ingin membantu para korban yang mengalami tindak kekerasan seksual agar mereka mendapatkan proses rehabilitasi. “Juga membangun peradaban Indonesia yang lebih manusiawi,” jelasnya.
Diah memahami masih banyak polemik terutama terkait paradigma di masyarakat dalam melihat persoalan kekerasan seksual tersebut. Kendati demikian, kata dia, Komisi VIII DPR juga belum membahas satu per satu daftar inventarisasi masalah (DIM). Pembahasan pasal per pasal direncanakan setelah reses.
“Semoga RUU PKS ini bisa menjadi referensi terhadap kelemahan-kelemahan yang ada di KUHP sebelumnya. Minimal menjadi terbaca perspektifnyalah. Kami berharap KUHP lebih bisa memfasilitasi keadilan bagi korban kekerasan seksual,” ujarnya.
Anggota Komisi III DPR Taufiqulhadi mengatakan, secara umum RUU PKS bertujuan melindungi perempuan dari berbagai bentuk kekerasan seksual, fisik hingga verbal. Secara prinsip, ujar dia, dalam RUU PKS itu apa pun yang dikatagorikan merendahkan dan menjurus kepada perbuatan seksual dapat dipidana. Sementara, kata dia, dalam RUU KUHP lebih seimbang.
“Seimbang karena melindungi korban sekaligus melindungi pelaku dari over kriminalisasi. Itu harus diingat, tidak bisa sesuka hati,” kata Taufiqulhadi dalam kesempatan tersebut.
Menurut dia, dalam RUU PKS harus ada limitasi maupun parameter yang jelas terhadap hal tersebut sehingga tidak boleh sesuka hati dan bergerak sendiri. “Kalau itu bergerak sendiri maka saya mengatakan akan lepas dari KUHP. Kalau itu terjadi maka RUU PKS berjalan melampaui RUU KUHP,” ujarnya.
Dia melihat ada potensi tabrakan di antara pasal yang ada di RUU KUHP dan RUU PKS. Dalam RUU PKS, kata dia, mengatur hak dan perlindungan perempuan. Sementara RUU KUHP, lanjut dia, melindungi kepentingan negara dan menentukan pertanggungjawaban pidana secara menyeluruh.
“Dalam RUU PKS saya melihat banyak sekali delik yang dibuat, tetapi tidak ditentukan tentang ancaman pidana sama sekali. Karena itu, banyak pihak seperti polisi menolak RUU PKS. Banyak yang keberatan sementara ini,” katanya.
Anggota Komisi VIII DPR Diah Pitaloka menyatakan kehadiran Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) adalah untuk menjawab kegelisahan yang terjadi di masyarakat
- Kemendes Harus Membatasi Penggunaan Dana Desa untuk Sosialisasi dan Pelatihan
- Pemerintah Harus Tingkatkan Daya Saing Produk UMKM dan Ekonomi Kreatif
- Jadwal Pelantikan Kepala Daerah Terpilih Diundur, Komisi II DPR RI Ungkap Tanggalnya
- Meraih Peluang Ekonomi di Tahun 2025
- F-PAN Apresiasi Keberhasilan Pemerintah Mengatasi 10 Tantangan Ekonomi di 2024
- Komisi IV DPR Akan Mengawal Kenaikan HPP Gabah dan Jagung Agar Berdampak Bagi Petani