History in The Making

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

History in The Making
Ilustrasi. Foto: Twitter@EURO2020

Apalagi, pertimbangan politik yang dipakai adalah standar demokrasi liberal ala Amerika dan Eropa. Tentu negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Selatan akan mengalami kesulitan untuk menjadi tuan rumah, karena standar dan praktik demokrasi yang berbeda dengan standar Amerika Serikat.

Walhasil, format keroyokan ala Euro 2020 ini sebenarnya bisa menjadi alternatif. Sayangnya, Aleksander Ceferin sudah menegaskan format ini tidak akan dipakai lagi. Alasannya, format ini rumit dan membuat pemain kelelahan.

Swiss menjadi negara yang menempuh jarak perjalanan paling jauh dengan jarak tempuh 15.486 kilometer. Ini terjadi karena Swiss harus berlaga di empat negara berbeda yaitu Italia, Azerbaijan, Rumania, dan Rusia sebelum tersingkir di perempat final.

Negara dengan jarak perjalanan terpendek di Euro 2020 adalah Skotlandia dengan 1.108 km. Skotlandia yang mentok di fase grup hanya memainkan laga di rumah mereka, Hampden Park dan Wembley di Inggris.

Ceferin mengeklaim bahwa format Piala Eropa 2020 sangat menyulitkan dan tak adil untuk beberapa negara serta para fan. Maka dari itu, Ceferin menegaskan takkan menggunakan format ini di edisi Piala Eropa berikutnya.

Alasan yang disampaikan oleh Ceferin itu sebenarnya bisa diatasi dengan pengaturan jadwal, selama UEFA benar-benar jujur dalam mengelola turnamen.

Sekarang ini pun muncul pertanyaan mengenai Inggris yang dianggap banyak diuntungkan dengan penunjukan Wembley sebagai venue pertandingan final.

Selama turnamen berlangsung, Inggris selalu bermain di depan pendukungnya, kecuali satu pertandingan babak 16 Besar di Stadion Olimpico, Roma.

Italia maupun Inggris, Roberto Mancini atau Gareth Southgate, skuad Italia atau Inggris, semua akan mengukir sejarah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News