Hitler dan Ukraina

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Hitler dan Ukraina
Pemandangan gedung tempat tinggal yang hancur pada serangan Rusia di Ukraina di kota Irpin, luar Kyiv, Ukraina, Jumat (29/4/2022). Gambar diambil menggunakan drone. REUTERS/Valentyn Ogirenko/WSJ/djo (REUTERS/VALENTYN OGIRENKO)

Seluruh kisah invasi Zionis ke Palestina dan proklamasi diri Israel pada 1948 kemudian berputar di sekitar konstruksi ideologis yang akan berputar pada isu penyangkalan terhadap keberadaan rakyat Palestina. 

Dalam pandangan para pemimpin utama Zionis penduduk asli benar-benar diabaikan, atau didiskreditkan sebagai orang barbar yang tidak beradab.

Itulah cara pandang khas kaum kolonial terhadap negara jajahannya. Kolonialis Inggris menganggap Australia sebagai ‘’terra nulius’’ wilayah kosong yang boleh dikuasai tanpa mengindahkan keberadaan suku asli Aborigin. 

Tanah Amerika dianggap sebagai wilayah kosong, dan penduduk Indian asli boleh saja dimusnahkan dengan berbagai kekejaman yang tidak kalah dari holocaust.

Kolonialisme Palestina terkait dengan gagasan bahwa tugas orang Yahudi adalah merebut wilayah terbelakang dan terpencil untuk membangunnya kembali dengan fondasi mereka, dan memodernkannya. 

Hal ini paralel dengan pandangan radikal tentang misi peradaban yang diemban orang Eropa ketika melakukan kolonisasi ke Afrika, Asia, dan bagian dunia yang lain.

Pendudukan Palestina adalah bagian dari ‘kolonialisme rekonstruksi’, yang berarti bahwa organisasi politik dan ekonomi Israel harus mengesampingkan kerja sama apa pun dengan penduduk pribumi, dan hanya menempatkan pribumi pada posisi subordinat dan budak. 

Israel secara eksklusif hanya akan terbuka untuk semua orang Yahudi dari seluruh dunia, dan hanya khusus untuk orang Yahudi.

Menlu Rusia menyebutkan Adolf Hitler, penguasa Nazi Jerman, ialah keturunan Yahudi. Pernyataan ini di tengah perang Rusia vs Ukraina yang belum berakhir.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News