HNW Berharap SE Menag Terkait Pengeras Suara di Masjid Direvisi
Yakni, melalui Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kep/D/101/1978. Kemudian, dipertegas kembali melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam pada 2018.
“Ini bukan aturan baru. SE itu ada sejak 44 tahun lalu. Sayangnya, SE yang dikeluarkan menteri agama ini berbeda secara mendasar karena pemberlakuannya di seluruh Indonesia,'' ujarnya.
Dalam SE itu, tidak disebutkan kembali soal kearifan lokal serta membedakan masjid dan musala di kawasan kota dan desa, mayoritas muslim atau minoritas muslim.
Kemudian, tidak disebut faktor krusial yang yang menjadi penyebab Surat Edaran itu dinaikkan kelasnya dari Surat Edaran Dirjen menjadi Surat Edaran Menteri.
Mestinya, disebutkan fakta-fakta dalam rentang waktu 4 tahun dari 2018 saat masih berbentuk Surat Edaran Dirjen Bimas Islam hingga 2022 dinaikkan menjadi Surat Edaran Menteri.
''Mestinya, disebutkan ada masalah-masalah disharmoni apa sehingga SE tersebut perlu dinaikkan kelasnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menjelaskan, instruksi Dirjen Bimas Islam pada 1978 malah lebih baik.
Semestinya, Surat Edara Dirjen itu diperbaiki untuk diperkuat karena berlaku objektif dan adil dengan mempertimbangkan aspek lokalitas dan kebudayaan masyarakat setempat.
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritik Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala
- Di Silaknas ICMI, Muzani: Prabowo Ratusan Kali Ingatkan Bahaya Perpecahan Bagi Bangsa
- Waka MPR Ajak Komunitas Peduli Lingkungan Kolaborasi Atasi Perubahan Iklim
- Ibas: Toleransi, Kasih Sayang, dan Kesehjahteraan Bisa Tangkal Radikalisasi
- Lestari Moerdijat Harap Kekerasan di Lingkungan Pendidikan Harus Segera Ditindaklanjuti
- Hadiri HUT ke-60 Golkar, Bamsoet Apresiasi Prabowo Dukung Perubahan Sistem Demokrasi
- Lestari Moerdijat: Inklusivitas Harus Mampu Diwujudkan Secara Konsisten