HNW Berharap SE Menag Terkait Pengeras Suara di Masjid Direvisi

HNW Berharap SE Menag Terkait Pengeras Suara di Masjid Direvisi
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR RI

Berdasarkan Instruksi Dirjen Bimas Islam, ketentuan ketat terhadap penggunaan pengeras suara di masjid dan musala diberlakukan untuk kota besar, seperti ibu kota negara, provinsi, dan kabupaten/kota.

“Instruksi Dirjen Bimas Islam tersebut juga mengecualikan pengaturan ini untuk masjid, langgar, dan musala di desa/kampung dengan tetap memperhatikan tanggapan dan reaksi masyarakat,'' ujar HNW.

Sayangnya, SE Menag sekarang ini tidak membuat pengecualian tersebut. Malah diberlakukan secara general, dipukul rata untuk semua daerah di Indonesia.

Umumnya, di daerah-daerah di Sumatera seperti Aceh, Sumatera Barat, hingga Riau serta Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, NTB, Kalimantan, Sulawes, dan Maluku Utara, masyarakatnya sangat harmoni dengan pengeras suara di Masjid.

''Bahkan, di Jakarta, saya mendapatkan aspirasi dari banyak warga dan tokoh masyarakat di Mampang, Kebayoran Lama, dan Cempaka Putih. Mereka selama ini tidak masalah dengan pengeras suara yang kumandangkan suara azan, pengajian, dan tarhim.

“Salah satu tokoh FKDM, Pak Warli, malah menyampaikan bahwa Surat Edaran Menag itu justru bisa jadi beban di tengah warga sehingga bisa memicu disharmoni. Karena itu, beliau meminta agar SE Menag Nomor 05/2022 itu dikaji ulang,” jelasnya.

HNW setuju dengan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berharap agar surat edaran itu tetap harus adil, memperhatikan maslahat masyarakat, tidak digeneralisasi, dan proporsional.

Tidak hanya menyasar rumah ibadah dari satu agama saja, seperti masjid atau musala, tetapi juga rumah ibadah dari agama lain.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritik Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News