HNW Mendukung Legislative Review Menyeluruh Terhadap UU Cipta Kerja
Lalu, Pasal 175 angka 6 UU Ciptaker yang mengubah Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan, dimana ayat (5)-nya menyebut agar merujuk ke ayat (3), padahal seharusnya ke ayat (4).
Selanjutnya, Pasal 50 angka 5 yang mengubah Pasal 36 UU Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan lain sebagainya. Belum lagi temuan substansial terkait pasal-pasal yang menguntungkan investor dan atau merugikan para Buruh WNI, sebagaimana dilaporkan oleh INDEF.
Munculnya kesalahan sesudah ditandatangani Presiden Jokowi, diakui oleh Mensesneg Pratikno, sekalipun diklaim sebagai sekedar kesalahan administratif.
Faktanya banyak juga yang substantif. Namun, apapun itu tetap bentuk cacat formal dan legal. Apalagi sudah ada pihak yang ditangkap karena dianggap menyebar hoax terkait RUU Ciptaker. Atau petugas di Sekretariat Negara yang sudah diberi sanksi administratif karena dianggap lalai menyodorkan naskah yang diperlukan tandatangan Presiden, tapi ternyata masih banyak masalah. Karena itu seharusnya ada penarikan menyeluruh atas UU Cipta Kerja itu.
Banyaknya kesalahan tersebut, kata Hidayat harusnya tidak terjadi dalam pembuatan UU yang memiliki daya ikat dan daya paksa kepada masyarakat luas. Apalagi Pemerintah menyampaikan bahwa RUU Omnibus Law Cipta kerja masuk kategori super prioritas, penuh niat baik, untuk sederhanakan perundangan dan hadirkan kepastian hukum. Tetapi dengan masih banyaknya masalah seperti, justru menggambarkan hal sebaliknya dari yang diklaim oleh Pemerintah.
“Legislative review, dengan menarik seluruh ketentuan Cipta kerja, oleh DPR dan Pemerintah, bisa menjadi sarana bagi Presiden dan DPR untuk memperbaiki kinerja dalam pembuatan UU, dan memperbaiki kesalahan dalam pembuatan UU Omnibus Law seperti Ciptakerja ini, agar tak lagi dilakukan dengan grusa-grusu dan ugal-ugalan, sehingga menghasilkan banyak masalah, serta penolakan dari Masyarakat luas. Melakukan legislative review menyeluruh dalam rangka mengembalikan kepercayaan Rakyat terhadap demokrasi dan lembaga negara/Pemerintah (eksekutif) maupun DPR (legislatif),” ujarnya.
Karenanya, HNW berpendapat agar legislative review yang dibuka opsinya oleh pemerintah, diprioritaskan, dan bukan hanya merevisi kesalahan-kesalahan dalam UU Ciptakerja itu, melainkan secara total membuat RUU Pencabutan UU Ciptaker yang telah meresahkan Rakyat (utamanya kaum buruh), menghadirkan pembelahan Rakyat, dan memperoleh penolakan dari masyarakat secara luas dan berkelanjutan.
“Perlu ada keberanian dan kenegarawanan untuk mengambil langkah ini, guna mengakhiri kegelisahan dan kegaduhan Rakyat akibat disahkannya UU Ciptaker yang masih bermasalah itu, di tengah pandemi covid-19 yang Rakyat juga korbannya. Langkah itu juga dapat menyelamatkan kepercayaan Rakyat terhadap lembaga-lembaga negara baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif,” katanya.
Upaya legislative review, sejalan dengan prinsip NKRI sebagai Negara Pancasila, Negara Hukum dan mengutamakan kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUDNRI 1945.
- Ibas: Di Tangan Gurulah Masa Depan Bangsa Akan Dibentuk
- Waka MPR Lakukan Uji Coba Makan Bergizi Gratis di Donggala
- Eddy Soeparno Dukung Diplomasi Prabowo Membangun Kolaborasi Global Hadapi Krisis Iklim
- MPR & ILUNI FHUI Gelar Justisia Half Marathon, Plt Sekjen Siti Fauziah Sampaikan Ini
- Ahmad Muzani Ingatkan Warga Jaga Persatuan & Kesatuan Menjelang Pilkada 2024
- Pesan Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono ke Generasi Muda, Ada 3 Poin Penting