Hoaks Ratna Sarumpaet Ancam Pemilu dan Demokrasi Indonesia
Dia menambahkan, hoaks itu mengancam terwujudnya asas jujur dan bertanggung jawab dalam pemilu serta persatuan.
Meski demikian, Ray meyangsikan kemauan Bawaslu menggunakan kewenangan untuk menangani kasus itu.
“Satu-satunya prestasi Bawaslu periode ini adalah mengembalikan hak politik mantan koruptor untuk menjadi anggota legislatif,” ujar Ray.
Sementara itu, pakar pidana Universitas Sumatera Utara (USU) Mahmud Mulyadi menjelaskan, ada beberapa pasal dalam hukum pidana terkait berita bohong.
Di antaranya, Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, Pasal 28 dan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Dalam Pasal 28 UU ITE disebutkan bahwa orang-orang yang sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik dapat dihukum pidana,” kata Mahmud.
Dia menambahkan, penyebar hoaks yang memiliki tujuan menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan suku, agam, ras, dan antargolongan (SARA) bisa dipenjara maksimal enam tahun atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Namun, sambung Mahmud, yang harus diperhatikan dalam menerapkan sanksi pidana kepada pembuat dan penyebar hoaks adalah unsur-unsur subjektif dan objektif dalam satu delik hukum.
Pengamat politik Ray Rangkuti menilai Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa mengambil tindakan tegas perihal hoaks yang dibuat Ratna Sarumpaet.
- Kehadiran Organisasi Masyarakat Sipil Penting Guna Menjaga Demokrasi
- Pengamat: Politikus yang Ikut Seleksi Calon Anggota BPK Berpotensi Konflik Kepentingan
- Pengamat: Upaya Borong Partai di Pilgub Banten Percuma Kalau Ketokohan Calonnya Tidak Kuat
- Setuju dengan Argumen Oegroseno, Ray Rangkuti Sebut KPK Telah Melecehkan Saksi Sekjen PDIP
- Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah untuk Siapa?
- Lonjakan Suara PSI Tidak Wajar, Pengamat Dorong Sirekap Dihentikan Total