Holding BUMN, Pemerintah Kembali Diingatkan Agar Hati-hati
jpnn.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta agar pemerintah lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan pembentukan holding BUMN.
Pasalnya, langkah tersebut dinilai terlalu berani dan berisiko besar.
Anggota Komisi VI DPR Martri Agoeng mengatakan, proses penggabungan perusahaan (holding) itu bukanlah hal yang mudah. Bahkan membutuhkan waktu yang tidak cepat.
Menurutnya, permasalahan utama dari pembentukan holding ini bukan pada pra transaksi atau saat transaksi tapi pascatransaksi. Konsep struktur holding yang akan dibentuk, model bisnis dan skema value creation yang akan disusun jauh lebih penting dari mekanisme transaksi.
“Penggabungan Permina dan Pertamin menjadi Pertamina membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun karena budaya yang jauh berbeda,” kata martri di Jakarta, Kamis (28/12).
Pertimbangan lainnya bagi Martri adalah kondisi sulit yang dialami holding terdahulu. Seperti, holding Perkebunan yang setelah terbentuk sejak 2014 hingga sekarang masih berjuang untuk keluar dari kondisi kerugian.
Holding Semen dan Pupuk misalnya, masih melakukan realignment struktur holding dan menghadapi kondisi market sharenya yang tergerus.
“Membangun holding tidaklah mudah. Dan ini akan dibangun lima sekaligus,” ujar dia.
Permasalahan utama dari pembentukan holding ini bukan pada pra transaksi atau saat transaksi tapi pascatransaksi.
- Luncurkan Green Movement UCO, Pertamina Patra Niaga Ubah Minyak Jelantah Jadi Biofuel
- Selamat! 519 Peserta Lulus Pertamina UMK Academy
- Tinjau Kesiapan Satgas Nataru, Menteri ESDM: Allhamdulillah, Kondisi Aman
- Daur Ulang Minyak Jelantah, Pertamina Patra Niaga Luncurkan Green Movement UCO
- Jelang Nataru, Menteri ESDM dan Dirut Pertamina Tinjau Terminal BBM & LPG di Banten
- Jaga Kelancaran Pasokan Energi Selama Nataru, PIS Siapkan 326 Armada Tanker