Honorer K2 Bodong Ditinggal Saja

Ya, itu aturan yang proporsional. Siapa pembina kepegawaian di daerah, ya PPK di daerah, yakni kepala daerah. Kalau kementerian adalah menteri, untuk pemprov gubernur, dan untuk kabupaten/kota PPK-nya adalah bupati/walikota.
Kalau yang neken bukan PPK bagaimana?
Selain PPK tidak berhak meneken SPTJM. Kalau tidak diteken PPK, maka usulan pemberkasan NIP bagi honorer K2 yang sudah dinyatakan lulus, dianggap tidak memenuhi persyaratan. Kalau tidak memenuhi persyaratan, ya tidak akan diproses usulan pemberkasan itu. NIP tidak akan dikeluarkan. BKN hanya akan menindaklanjuti usul pemberkasan jika persyaratannya lengkap.
Apa urgensinya harus PPK yang neken?
Tujuan perlunya ada lampiran SPTJM dalam usulan pemberkasan dimaksudkan agar ada kepastian bahwa honorer K2 yang akan mendapatkan NIP, memang honorer asli, bukan bodong. Jadi SPTJM itu sudah proporsional. Kalau proses verifikasinya serius, tidak main-main, ya tak usah khawatir. Karena kalau masih ada yang bodong, akibatnya fatal. Karena begitu NIP dikeluarkan, ada konsekuensi di keuangan negara untuk gaji mereka.
Soal hasil verifikasi, ada daerah yang tidak mau langsung mencoret. Bagaimana seharusnya?
Jika hasil verifikasi menemukan ada honorer K2 yang memalsukan data alias bodong, maka pemda harus langsung mencoretnya. Dengan demikian, berkas usulan pemberkasan BKN untuk proses pembuatan Nomor Induk Pegawai hanya berisi nama-nama honorer K2 yang memenuhi persyaratan atau honorer yang asli saja. Yang disampaikan ke BKN adalah hasil verifikasi yang memenuhi persyaratan saja. Yang bodong ditinggalkan saja.
Bagaimana jika honorer K2 yang dinyatakan bodong tidak terima lantaran merasa dirinya honorer asli?