Hubungan Diplomatik Indonesia dan Tiongkok: Meresapi Sejarah, Membangun Masa Depan Bersama
Oleh Odemus Bei Witono - Mahasiswa Doktoral Filsafat STF Driyarkara
Pemulihan hubungan diplomatik pada 1990 membawa perubahan positif, terutama di era pemerintahan Habibie (1998-1999), dan Abdurrahman Wahid (1999-2001).
Meskipun demikian, ambiguitas dan tantangan tetap mewarnai hubungan antara kedua negara dan komunitas Tionghoa di Indonesia.
Salah satu ambiguitas utama adalah adanya saling curiga dan kehati-hatian yang masih terasa dalam hubungan bilateral.
Meskipun hubungan sudah berlangsung berabad-abad, tetapi ketidakpastian ini telah menimbulkan diskriminasi turun temurun terhadap komunitas Tionghoa di Indonesia.
Bahkan, hingga saat ini, terdapat ketakutan terhadap bahaya laten ideologi kiri yang potensial menyulut "ketakutan" terhadap pengaruh paham komunisme.
Etnisitas dan budaya Tionghoa di Indonesia juga belum sepenuhnya terbaur dengan masyarakat luas, menciptakan jarak yang masih terlihat.
Selain itu, mitos-mitos sejarah yang menciptakan urgensi memerangi diskriminasi terhadap warga Tionghoa di Indonesia juga perlu diurai, seperti yang diungkapkan oleh R. Cribb & Charles (2009).
Sebab jika tidak, diskriminasi terhadap ras berbeda yang dianggap lebih lemah akan terus berlanjut.
Sejarah panjang hubungan diplomatik antara Indonesia dan Tiongkok telah melibatkan berbagai peristiwa signifikan yang membentuk dinamika hubungan keduanya.
- Menekraf dan Mendagri Teken Surat Keputusan, Ekonomi Kreatif Diharapkan Menggeliat
- Menko Airlangga: Indonesia dan ASEAN Tetap Stabil di Tengah Ketidakpastian Global
- Prabowo Santap Siang dengan Pengusaha Jepang, Lihat
- Jadi yang Terbaik di Dunia, BRCC Siap Tingkatkan Kualitas Pendidikan di Indonesia
- 'Trump Effect' Bisa jadi Peluang Besar bagi Indonesia, Asalkan
- Prabowo Naikkan UMP 2025 Sebesar 6,5 Persen