Humanisme Masa Lalu Sang Doctor of Humanities
Dia mengungkapkan kegelisahannya soal penduduk miskin di Indonesia yang jumlahnya sekitar 30 juta itu. Saat berdialog bebas dengan mahasiswa, Dahlan menyebut dari 30 juta itu, ada 2 juta yang betul-betul tidak bisa diapa-apakan. Tidak bisa dientaskan, dengan program apapun. Yakni orang-orang tua yang sakit. “Yang ini mutlak harus disantuni oleh negara. Ini yang harus diurus Kementerian Sosial,” kata dia.
Ada lagi sekitar 2 juta dari yang miskin, tetapi memang mereka tidak mau maju. Mereka tidak mau dientaskan dari kubangan kemiskinan itu. Misalnya, tukang judi atau tukang mabuk-mabukan. Mereka itu semua sadar miskin, tetapi tidak mau dibantu keluar dari kemiskinan. “Yang begini ini ya sudah dibiarkan saja,” ungkapnya.
Nah, ada lagi kelompok masyarakat yang kondisinya di atas kemiskinan, sudah tidak miskin, tetapi sangat rawan jatuh ke lubang kemiskinan lagi. Kalau sakit harus berobat dan harus mengeluarkan biasa besar.
Namun, mereka terancam masuk kubangan miskin lagi. Jumlahnya cukup besar, sekitar 10 juta orang. “Nah, ini yang harus menjadi tanggung jawab asuransi kesehatan (BPJS-Kesehatan) untuk men-support biaya kesehatannya,” papar dia.
Pemerintah, kata Dahlan, saat ini terlalu disibukkan mengurus kelas menengah yang jumlahnya besar di Indonesia. Memang kelompok ini lebih vokal, lebih nyaring suaranya, karena memiliki akses ke media, baik media mainstream maupun social media seperti Twitter, Facebook, dan lainnya. Mereka ingin dilayani nomor satu. “Itu salah satu ciri khas kelas menengah yang jumlahnya terus membengkak di Indonesia,” kata pria yang menguasai 100 macam senam sehat itu, termasuk mahir bergoyang Caesar “Buka Dikit Joss.”
Dua ciri kelas menengah yang lain adalah: mereka lebih suka solusi cepat, instan. Dalam bahasa mereka, semua problem harus diselesaikan cepat, paling lambat minggu depan. Lalu mereka juga tidak tertarik dengan hemat energy, hemat air, hemat BBM, demi masa depan. “Ini yang pemerintah di negara-negara berkembang harus memahami dengan cepat dan mendasar,” ungkap Dahlan.
Dalam pidato pengukuhan gelar Dr (HC) bidang kemanusiaan itu, Dahlan betul-betul menjiwai kisah-kisah masa lalunya yang kaya cerita humanisme. Karenanya tidak salah jika kampus yang sudah berumur 75 tahun itu menyematkan gelar kehormatan kepada Dahlan Iskan. Selama ini, gelar Dr (HC) baru dikeluarkan dua kali, pertama orang Filipina, dan kedua orang Indonesia yang bernama Dahlan Iskan.
Kampus Arellano yang berada di 2.600 Legarda St, Sampaloc, Manila itu juga pernah memberikan penghargaan kepada mantan Presiden Gus Dur dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Tetapi bentuknya bukan gelar Dr (HC).
Arellano University di Manila, Filipina menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa (Dr HC) kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan, Selasa (29/10). Bagi
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara