Humanitarian Islam dan Peran NU Dalam Membangun Papua

Oleh: M Rifai Darus - Wakil Ketua PWNU Papua

Humanitarian Islam dan Peran NU Dalam Membangun Papua
Wakil Ketua PWNU Papua M Rifai Darus. Foto: Dokumentasi pribadi

Konsepsi yang terbangun berbasis persaudaraan: antarumat Islam (ukhuwah Islamiyah), antaranak bangsa (ukhuwah wathaniyah) dan antarumat manusia (ukhuwah basyariah).

Konsep yang telah dicetuskan oleh ulama NU kharismatik, KH. Achmad Siddiq (1926-1991) menjelang Muktamar NU ke-28 pada tahun 1989 di Krapyak, Yogyakarta.

Sebelumnya, di Muktamar NU ke-27 (1984) di Situbondo, KH. Achmad Siddiq pula yang meneguhkan urgensi Khittah NU 1926.

Terkait hal itu, tamsil Kiai Achmad Siddiq sempat populer; “NU ibarat kereta, api, bukan taksi yang bisa, dibawa sopirnya ke mana saja. Rel NU sudah tetap.”

Metafor yang tidak hanya menyudahi ‘kebisingan’ mengenai orientasi NU di antara pilihan berpolitik praktis atau tidak.

Tetapi juga momentum untuk kembali menyalakan semangat ukhuwah ahlus sunnah wal jamaah an Nahdliyah sebagaimana Qonun Asasi NU.

Sementara itu, realitas domestik dihantui oleh tekanan otoriterianisme, sedangkan pada konteks global, ada kecenderungan menguatnya Islamisme politik. Itu sebabnya, seruan kembali ke Khittah NU 1926, menemukan relevansinya.

Kendati represi politik terhadap NU begitu kuat, duet kepemimpinan KH Achmad Siddiq (Rais ‘Aam) dan Gus Dur (Ketua Umum) sejak 1984-1989, mempunyai cara tersendiri dalam membendung intensi politik Suharto— tanpa harus menghentikan manuver maupun kritik khas Gus Dur di masa Orba.

Wacana Humanitarian Islam atau Islam untuk kemanusiaan merupakan buah pemikiran massyaikh NU yang bersumber dari Rasulullah Muhammad SAW.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News