I AM NOT A VIRUS: Perlawanan 4 Seniman Indonesia terhadap Rasisme di Australia

I AM NOT A VIRUS: Perlawanan 4 Seniman Indonesia terhadap Rasisme di Australia
Karya seni Jayanto Tan berjudul "No Friend’s But The Ghost (Ceng Beng)". (Photo: I AM NOT A VIRUS)

"Tidak adil juga kan? Kita sama-sama hidup, kalau kena virus juga sama-sama kena, tapi mengapa harus dijadikan bulan-bulanan?"

'Melawan kebencian' lewat tatapan

Tindakan rasisme dialami juga oleh seniman berdarah Indonesia yang tumbuh di Australia, Audrey Alim yang dikenal sebagai AUNA melalui karyanya, "Look At Me" atau "Tataplah Saya".

"Pernah satu kali, di awal pandemi, saya mengenakan masker di kereta dan sadar kalau penampilan saya menarik perhatian banyak orang," katanya.

"Mereka ketakutan akan hal yang tidak mereka ketahui dan mengaitkan hal-hal negatif antara warga Asia-Australia dengan COVID-19."

Dalam karya seninya, Audrey menggambarkan keberaniannya untuk menatap kembali sekian pasang mata yang menghakiminya.

"Saya ingin mengilustrasikan pengalaman ini, kemampuan melawan kebencian terhadap ras tertentu."

Walau lahir dan besar di SydneyAudrey yang berasal dari keluarga Tionghua-Indonesia mengaku karyanya seringkali masih dipengaruhi kesenian Indonesia.

"Sejak kecil, saya kagum melihat kerumitan gurat garis pada batik, juga pola sederhana dan rumitnya yang berisi kisah," katanya.

Dari masker yang menjadi pakaian hingga makanan yang terbuat dari keramik, empat seniman berdarah Indonesia di Australia menyuarakan pikiran mereka dalam proyek

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News