I-baru CSIS

Oleh: Dahlan Iskan

I-baru CSIS
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Zaman itu saya sering bertanya-tanya: mengapa putranya yang begitu hebat tidak dipanggil pulang untuk meneruskan Surabaya Post. Terutama ketika ayahnya meninggal dunia di usia yang belum tua. Tentu agar kerajaan Surabaya Post tetap jaya.

Baca Juga:

Iwan Jaya ternyata pernah mencoba menangani manajemen Surabaya Post. Sebentar. Tetapi hatinya bukan di bisnis. Bukan di jurnalistik. Jiwanya adalah ilmuwan. Guru. Peneliti.

Dan lagi, Iwan sangat diperlukan di Cornell University. Saya pun terkagum-kagum: ada orang Indonesia sangat diperlukan di Universitas begitu terkemuka di Amerika.

Seorang temannya bercerita kepada saya: tiap kali Iwan minta berhenti, jabatannya dinaikkan, bahkan ia pernah menjadi kepala jurusan di sana.

Saya pun ngobrol dengan Mas Iwan. Obrolan terlihat asyik. Lalu Prof Bahrul Hayat, wakil rektor U3I, minta saya mengobrol di depan kamera podcast.

Kami pun ke ruang podcast U3I. Saya diminta sebagai pewawancara.

Usai dengan saya, Prof Iwan masih meneruskan podcast itu dengan pewawancara sebenarnya.

Prof Jamhari Makruf, juga wakil rektor, bergabung saat keliling ke gedung perkuliahan.

Sang kiai berpesan ke Nusron Wahid: di Jakarta nanti jangan ke CSIS. Alasannya, CSIS itu singkatan cina senang Indonesia susah. Seisi auditorium bergemuruh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News