ICW Cium Ada Ketidakberesan di Balik Tuntutan Rendah KPK kepada Juliari

ICW Cium Ada Ketidakberesan di Balik Tuntutan Rendah KPK kepada Juliari
Juliari P Batubara, koruptor dana bansos Covid-19. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tuntutan 11 tahun dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa kasus suap dana Bansos Covid-19, Juliari P Batubara, sangat rendah.

ICW menyatakan tuntutan KPK itu sama saja menambah luka masyarakat Indonesia terutama mereka penerima bantuan yang semestinya.

"Ringannya tuntutan tersebut makin menggambarkan keengganan KPK menindak tegas pelaku korupsi bansos. Tuntutan KPK ini terkesan ganjil dan mencurigakan," kata Koordinator ICW Kurnia Ramadhana dalam siaran pers, Kamis (29/7).

Menurut Kurnia, pasal yang menjadi alas tuntutan, yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebenarnya mengakomodasi penjatuhan hukuman hingga penjara seumur hidup dan denda Rp 1 miliar.

Kurnia juga menilai tuntutan pembayaran pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp 14,5 miliar juga jauh dari memuaskan.

Sebab, besaran tersebut kurang dari 50 persen dari total nilai suap yang diterima Juliari Batubara.

"Tuntutan yang rendah ini kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Padahal, pimpinan KPK telah sesumbar menyatakan akan menghukum berat koruptor bansos Covid-19," kata dia.

Kurnia mengingatkan penegak hukum merupakan representasi negara dan korban yang bertugas meminta pertanggungjawaban atas kejahatan pelaku.

Hal itu pun telah ditegaskan dalam Pasal 5 huruf d UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

"Regulasi itu menjelaskan bahwa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK mengedepankan asas kepentingan umum. Alih-alih dijalankan, KPK justru lebih terlihat seperti perwakilan pelaku yang sedang berupaya semaksimal mungkin agar terdakwa dijatuhi hukuman rendah," kata Kurnia.

Lebih lanjut kata Kurnia, dalam dakwaan, Juliari disebut telah menerima suap Rp 32,4 miliar.

Selain itu, Juliari diyakini telah menarik fee dari 109 penyedia bansos melalui Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Adi Wahyono dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini. 

Perbuatan korupsi yang diduga terjadi dalam distribusi bansos Covid-19 diduga kuat tidak hanya terkait dengan suap-menyuap, tetapi juga berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Potensi tersebut, lanjut Kurnia, dapat muncul dari besaran keuntungan yang tidak wajar yang diambil oleh para penyedia, yang minim pengalaman atau bahkan tidak memiliki pengalaman sama sekali, sebagai produsen utama program bansos. 

"Sebagaimana diketahui, Juliari diduga kuat turut mengoordinasikan atau membagi-bagi pengadaan agar dilakukan oleh penyedia tertentu, yang proses penunjukannya mengabaikan ketentuan pengadaan darurat. Para penyedia minim pengalaman tersebut, kemungkinan dipilih karena ada kedekatan atau afiliasi politik tertentu," kata dia.

Oleh karena itu, Kurnia memandang adanya kesengajaan para terdakwa dalam menghambat upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan sosial kepada warga terdampak pandemi Covid-19.

Kondisi itu semestinya menjadi dasar pemberat bagi penuntut umum, dalam menyusun dan membaca surat tuntutan kepada Juliari.

"Namun, JPU KPK gagal mewakili kepentingan negara dan korban," kata dia.

Kurnia berharap hakim mengambil langkah progresif dengan menjatuhkan hukuman maksimal, yaitu pidana penjara seumur hidup kepada mantan Menteri Sosial tersebut.

Penjatuhan hukuman yang maksimal terhadap Juliari Batubara, sudah sepatutnya dilakukan, mengingat ada banyak korban bansos yang haknya dilanggar di tengah pandemi Covid-19, akibat praktik korupsi tersebut.

"Ke depannya, vonis maksimal tersebut diharapkan berdaya cegah terhadap potensi terjadinya kasus serupa, terutama di tengah kondisi pandemi," jelas Kurnia. (tan/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:

Indonesia Corruption Watch (ICW) angkat suara soal tuntutan 11 tahun dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap terdakwa kasus suap dana Bansos Covid-19, Juliari P Batubara, ICW menilai ada hal yang tidak beres.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News