ICW Tuding Gamawan Bias Kepentingan
Karena Terbitkan Peraturan Sendiri Soal Fee Kepala Daerah
Senin, 01 Februari 2010 – 21:58 WIB
Sedangkan pada tahun berikutnya, honor naik menjadi Rp6 juta per bulan, dan Gamawan menerima selama sembilan bulan menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat. Estimasinya, Gamawan mengantongi Rp54 juta, dan setelah dipotong pajak 15 persen, menjadi 45,9 juta.
Dalam hal ini, laporan BPK menyebutkan honorarium kepada Unsur Muspida Provinsi Sumatera Barat secara Rutin setiap bulan, adalah pemborosan keuangan daerah. BPK merilis jumlahnya pada tahun 2007 sebesar Rp708 juta per bulan.
Pada tahun 2008, BPK menilai pemberian Honor Kepada Unsur Muspida Provinsi Sumatera Barat Secara Rutin Setiap Bulan Memboroskan Keuangan Daerah Sebesar Rp684,3 juta. Dengan total pemborosan adalah sebesar Rp. 1.392.300.000.
Selain itu, telaah hukum dari tindakan Gamawan adalah pemberian honorarium tidak sesuai dengan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2000 tanggal 30 Nopember 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang menyatakan bahwa; pasal 5, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak dibenarkan menerima penghasilan rangkap dari negara; dan pasal 8, untuk pelaksanaan tugas-tugas kepada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan di antaranya Biaya Penunjang Operasional yang dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
JAKARTA- Peneliti Indonesia Corruption Watch, Tama S Langkun, menyatakan pernyataan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi terhadap honor kepala daerah
BERITA TERKAIT
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan