IDI Tuding Pemerintah Pilih Kasih Terkait BPJS
Kamis, 04 Oktober 2012 – 06:23 WIB
Di samping itu, lanjut dia, rencana pemerintah untuk membedakan layanan kesehatan bagi warga miskin tersebut, menyalahi Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam pasal 23 UU SJSN menyatakan bahwa seluruh warga negara yang sakit boleh berobat ke klinik dan praktek dokter. "Tidak ada Puskesmas disebut dalam Undang Undang tersebut," jelasnya.
Untuk itu, kata Slamet, seharusnya pemerintah dalam hal ini Kemenkes tidak memaksakan hitungan premi sebesar Rp 22 ribu, dimana rinciannya Rp 16 ribu untuk rumah sakit dan Rp 6 ribu diperuntukkan bagi dokter dan puskesmas. Jumlah premi Rp 6 ribu tersebut cukup dipaksakan.
""Karena kalau segitu, pelayanan kesehatannya juga kurang maksimal. Padahal kalau harus menyediakan obat dan lain-lain, setidaknya itu sekitar Rp 15 ribu. Di sisi lain, puskesmas harus diatur bahwa kapitasi nantinya masuk ke tenaga kesehatan, bukan PAD (Pendapatan Daerah)," imbuh dia.
Sementara itu, Wamenkes Ali Ghufron Mukti menuturkan pemerintah dan IDI memang belum mencapai kata sepakat. Namun, pihaknya mengklaim IDI sudah mulai memahami soal iuran BPJS versi pemerintah. Karena belum sepakat, kedua belah pihak akan kembali melakukan pertemuan untuk membahas iuran tersebut.
JAKARTA- Proses pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tampaknya masih terganjal sejumlah persoalan. Salah satunya terkait layanan
BERITA TERKAIT
- Nilai IKIP Kaltim Meningkat, Masuk Tiga Besar Nasional
- Yorrys Raweyai: DPD Akan Mengawal Proses Pembangunan PIK 2 Tangerang
- BPMK Lanny Jaya Diduga Potong Dana Rp 100 juta dari 354 Kampung
- Kipin Meraih Penghargaan Utama di Temasek Foundation Education Challenge
- Sri Mulyani: Setiap Guru adalah Pahlawan yang Berkontribusi Besar bagi Kemajuan Indonesia
- Kerugian Negara Hanya Bisa Diperiksa BPK, Ahli: Menjerat Swasta di Kasus PT Timah Terlalu Dipaksakan