Idulfitri dan Rezimentasi Agama

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Idulfitri dan Rezimentasi Agama
Salat Idulfitri di Masjid Kubah Emas, Depok, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Foto: Ricardo

Keenam, otentisitas wasatiah Islam atau moderasi beragama.

Ketujuh, terkait dengan spiritualitas generasi milenial.

Di antara tujuh isu keumatan tersebut, isu rezimentasi agama atau standardisasi pemahaman agama oleh pemerintah menjadi perhatian serius. Rezimentasi melanggar konstitusi karena terkait dengan kebebasan dan perlindungan dalam beragama.

Merujuk pada catatan sejarah, rezimentasi paham keagamaan terbukti telah menciptakan kekerasan keagamaan, yang pada ujungnya berpotensi menciptakan disintegrasi negara.

Dalam sejarah Islam paham mu’tazilah yang diadopsi oleh negara melahirkan represi dan kekerasan serta pembunuhan terhadap kelompok yang berbeda mazhab. Dalam sejarah Kristen di Eropa pengadopsian agama melahirkan perang berkepanjangan sampai puluhan tahun.

Dalam pandangan Muhammadiyah, sekarang ini mulai dirasakan adanya gejala paham keagamaan tertentu, yang berusaha untuk memaksakan diri menjadi paham agama resmi negara.

Pada mulanya, gejala itu banyak dijumpai di masyarakat, terutama di wilayah peribadatan (ubudiyah). Sekarang mulai masuk ke ranah politik, dengan mencoba menjadi paham atau mazhab resmi negara.

Fenomena beberapa waktu terakhir ini menunjukkan adanya upaya untuk melakukan hegemoni dengan memaksakan paham tertentu menjadi paham resmi negara.

Insiden itu menempatkan Muhammadiyah seolah-olah berada pada posisi yang berhadap-hadapan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News