Idulfitri dan Rezimentasi Agama
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Praktik politik liberal sekarang membuka peluang gerakan hegemonik itu. Politik diukur bukan dari isi kepala, melainkan dari jumlah kepala. Karena mengejar mayoritas 50 persen plus satu maka perhelatan politik memunculkan predator yang saling memangsa.
Nilai-nilai agung dalam politik yang mengedepankan prinsip kemaslahatan umum (public good) sekarang mulai tergerus. Politik hanya dipahami sebagai upaya merebut dan mempertahankan kekuasaan. Praktik politik itu menjadikan kekuatan-kekuatan politik yang ada hanya akan melirik kelompok-kelompok dominan dan cenderung menganggap sepi kelompok-kelompok minoritas.
Lalu muncullah politik transaksional. Penguasa butuh kekuasaan yang bisa diperoleh bila mendapat banyak dukungan dari kelompok masyarakat, termasuk kelompok keagamaan yang dominan. Sementara itu, demi menjaga eksistensi, kelompok keagamaan tertentu juga membutuhkan topangan politik dari penguasa.
Gejala mulai terjadinya rezimentasi paham keagamaan itu sekarang hendak dikoreksi oleh Muhammadiyah. Gerakan ini seharusnya tidak terbatas pada Muhammadiyah saja. Masyarakat madani, civil society yang peduli terhadap demokrasi harus ikut bergerak bersama. (*)
Video Terpopuler Hari ini:
Insiden itu menempatkan Muhammadiyah seolah-olah berada pada posisi yang berhadap-hadapan.
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Dukung Makan Bergizi Gratis, YLPKGI-Muhammadiyah Teken MoU Program ASIK
- HNW: Melanjutkan Tradisi Kontribusi Muhammadiyah Untuk Indonesia
- Menag Sebut Masjid di IKN Bisa Dipakai untuk Salat Idulfitri 2025
- Ingatkan Pentingnya Jaga Perdamaian, Prabowo: Harus Bersyukur Negara Kita Tidak Dibom
- Mendes Yandri Susanto Ajak Muhammadiyah Membangun Desa untuk Memajukan Indonesia
- Versi PMJ, Warga Muhammadiyah di Jakarta Solid Dukung Pramono-Rano