IESR Sebut IPO Menjadi Salah Satu Opsi Pendanaan Energi Terbarukan Melalui Bursa Efek
"Ada range atau tingkatan yang berbeda-beda ketika bicara perusahaan energi terbarukan, dari sisi modal dan pendanaan serta dari sisi jenis maupun skala pembangkit yang dibangun,” kata dia.
Untuk perusahaan dalam negeri sebetulnya juga sudah banyak yang menjadi pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP)," lanjutnya.
Terkait dengan pendanaan energi terbarukan, IESR bersama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) telah memasukkan dalam 5 rekomendasi jangka pendek untuk percepatan transisi energi berkeadilan kepada Pemerintahan Prabowo-Gibran.
IESR dan ICEF merekomendasikan kebijakan sektor ketenagalistrikan sesuai dengan Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dan mendorong pendanaan JETP.
Fabby menyampaikan, kendala pendanaan green energy bisa diatasi, salah satunya melalui pasar modal, dengan melakukan penawaran saham umum perdana (initial public offering/IPO).
Namun, banyak persyaratan yang harus dipenuhi sehingga tidak semua perusahaan bisa masuk ke bursa efek.
Menurutnya, untuk melantai di bursa, perusahaan energi terbarukan harus memiliki prospektus menarik baik dari sisi kinerja operasional maupun keuangan.
"Misalnya perusahaan energi terbarukan ini memiliki 3 sampai 4 proyek, maka kita lihat bagaimana dengan investment return rate (IRR). Apakah memiliki kontrak jangka panjang. Apakah proyeknya tidak bermasalah, bagaimana rekam jejak dan kredibilitasnya,” jelas Fabby.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong pemerintah untuk mereformasi kebijakan ketenagalistrikan.
- IPO di Awal 2025, Delta Giri Wacana Targetkan Raih Rp 1,03 Triliun
- Tiga Direksi bank bjb Raih Penghargaan dari Infobank
- Ajak Generasi Muda Tambah Wawasan Melalui Pelatihan di Sekolah Pasar Modal
- Dukungan Proxsis Sustainability dalam Power & New Energy Expo 2024
- Menenun Asa di Langit Biru: Merajut Masa Depan dengan Udara Bersih
- 5 Langkah Utama untuk Capai Emisi Net Zero di Sektor Tenaga Listrik