IHSG Rawan Akuisisi Paksa

IHSG Rawan Akuisisi Paksa
IHSG Rawan Akuisisi Paksa
Makanya sambung Isa -sapaan Isakayoga-, regulator harus berperan aktif. Itu karena praktik ini menyangkut kepentingan investor. ”Jadi ini bisa berpengaruh kepada haknya share holder. Saya kira juga sudah diatur di Undang Undang Perseroan,” imbuhnya.

Sementara Haryajid Ramelan, Ketua Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI), menyebutkan emiten besar memang banyak yang membidik emiten dengan aset lebih besar dari kapitalisasi pasar. Meski begitu, antara kapitalisasi pasar dengan total aset merupakan dua sisi berbeda. ”Selama ini memang kepemilikan aset akan diwakili dari kepemilikan saham,” tukasnya.

Jika skema hostile take over dilakukan maka dengan mengeluarkan dana sebesar harga sahamnya, investor bisa langsung mendapatkan keuntungan berupa total aset yang nilainya lebih tinggi itu termasuk juga menanggung total utang yang dimiliki perusahaan terakuisisi.

Berkaca pada pengalaman 1998 lalu, lanjut Haryajid, ada beberapa perusahaan yang juga memiliki nilai aset jauh melebihi kapitalisasi pasarnya. Namun, saat itu mayoritas perusahaan memiliki banyak utang di dalam fundamental perusahaannya yang melebihi total aset. ”Sehingga saat perusahaan lain mengakuisisi perusahaan itu maka akan mendapatkan seluruh utang-utangnya. Artinya akuisisi yang dilakukan bisa merugikan,” jelasnya.

JAKARTA - Praktik hostile take over (akuisisi paksa) di arena pasar modal terbuka lebar. Itu menyusul membeludaknya emiten masuk barisan murah (undervalued)

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News