IHT Tertekan, Revisi PP 109 Dinilai Tak Relevan
jpnn.com, YOGYAKARTA - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP-RTMM-SPSI) menilai revisi PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, tidak relevan di tengah ketatnya berbagai regulasi dan industri yang tertekan.
Ketua Pengurus Daerah FSP RTMM – SPSI Daerah Istimewa Yogyakarta Waljid Budi Lestarianto mengatakan, revisi PP 109/2012 akan membuat kinerja industri hasil tembakau semakin menurun.
Rancangan revisi tersebut dikabarkan akan memuat aturan larangan iklan dan promosi rokok.
Aturan untuk membuat gambar peringatan berbahaya menjadi 90 persen dalam kemasan rokok juga bakal semakin merugikan industri secara menyeluruh.
Hal ini tentunya akan memberikan tekanan dan mengancam keberlangsungan usaha IHT.
"Aturan yang ada ada sekarang saja sudah berat, apalagi kalau kemudian akan direvisi dan kabarnya rencananya akan lebih ketat lagi," kata Waljid.
Bahkan, sampai 2019, jumlah pekerja IHT mengalami peurunan signifikan. Tekanan berlanjut seiring merebaknya pandemi COVID-19.
“Kalau ini terus menerus terjadi yang ada industri ini tidak tumbuh gitu," katanya.
Wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan terus memberikan kekhawatiran bagi industri hasil tembakau.
- Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Melanggar UU HAKI
- Rokok Ilegal Merajalela, Negara Rugi Rp 5,76 Triliun Akibat Kenaikan Tarif Cukai
- Pupuk Indonesia Tegaskan Dukung Swasembada Pangan di Era Pemerintahan Prabowo-Gibran
- INDEF: Dampak Kerugian Penyeragaman Rokok Bisa Tembus Rp 308 Triliun
- Polres Inhu Menanam Cabai Dukung Program Asta Cita terkait Ketahanan Pangan
- Lumbung Pangan Group Luncurkan Beras Premium Petani Indonesia Hebat