IKADIN: UU Ketinggalan Zaman, Penagihan Utang Berbau Otoriter
"Peraturan ini perlu direvisi agar sesuai dengan tata kelola modern dan mitigasi risiko yang lebih baik," jelas Dian.
Ia juga mengkritik Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2022 yang dianggap tidak mengikuti kaidah hukum administrasi.
Arsil, peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dalam Peraturan Pemerintah tersebut.
"Peraturan ini memungkinkan pemerintah untuk menagih secara sepihak tanpa adanya mekanisme banding," ujarnya.
Dia menekankan bahwa hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan due process of law, serta memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Suteki, juga mengingatkan pentingnya humanisme dalam pembuatan dan pelaksanaan hukum. Ia mengibaratkan metode penagihan utang saat ini seperti tindakan debt collector yang tidak diawasi dengan baik.
"Pemerintah harus memprioritaskan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat, bukan menimbulkan kesengsaraan," tegasnya.
Suteki juga mendorong penerapan restorative justice untuk menyelesaikan masalah utang secara adil bagi debitur. (jlo/jpnn)
IKADIN menyebutkan bahwa penagihan utang negara berbau otoriter karena UU yang sudah ketinggalan zaman.
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh
- BNI Usul Pembentukan Panitia Kreditor Seusai Sritex Pailit
- Pemutihan Utang UMKM Dinilai Bisa Menurunkan Angka Kemiskinan, Asalkan
- Kadin Indonesia Sebut Penghapusan Utang Nelayan, Petani, dan UMKM Berdampak Positif
- Penempatan Sri Mulyani Dinilai Ada Kaitannya dengan Bunga Utang yang Makin Bengkak
- Anak Perusahaan Grup Bakrie Diberi Waktu 7 Hari untuk Negosiasi Pembayaran Utang Rp 7,8 Triliun
- Mengurangi Utang, LPKR Jual Saham Siloam Hospitals 18,57%