IKADIN: UU Ketinggalan Zaman, Penagihan Utang Berbau Otoriter

IKADIN: UU Ketinggalan Zaman, Penagihan Utang Berbau Otoriter
FGD IKADIN bertema "Mengungkap Misteri Piutang Negara melalui Pendekatan Multidimensi" di Menteng, Jakarta, Rabu (18/9). Foto: IKADIN

"Peraturan ini perlu direvisi agar sesuai dengan tata kelola modern dan mitigasi risiko yang lebih baik," jelas Dian.

Ia juga mengkritik Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2022 yang dianggap tidak mengikuti kaidah hukum administrasi.

Arsil, peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), menyoroti pelanggaran hak asasi manusia dalam Peraturan Pemerintah tersebut.

"Peraturan ini memungkinkan pemerintah untuk menagih secara sepihak tanpa adanya mekanisme banding," ujarnya.

Dia menekankan bahwa hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan due process of law, serta memberikan terlalu banyak kekuasaan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Prof. Dr. Suteki, juga mengingatkan pentingnya humanisme dalam pembuatan dan pelaksanaan hukum. Ia mengibaratkan metode penagihan utang saat ini seperti tindakan debt collector yang tidak diawasi dengan baik.

"Pemerintah harus memprioritaskan kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat, bukan menimbulkan kesengsaraan," tegasnya.

Suteki juga mendorong penerapan restorative justice untuk menyelesaikan masalah utang secara adil bagi debitur. (jlo/jpnn)

IKADIN menyebutkan bahwa penagihan utang negara berbau otoriter karena UU yang sudah ketinggalan zaman.


Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News