Iklan Politik Masih Seperti Sampah
Jumat, 27 Februari 2009 – 10:43 WIB
Sayangnya, lanjut dia, variasi pilihan tersebut tidak diikuti kesiapan pelaku dalam pertarungan secara modern. "Semua iklan politik bentuk dan isinya sama," kata pria berusia 36 tahun tersebut. Akibatnya, konstituen kebingungan menentukan pilihan.
Baca Juga:
Tidak hanya itu, tema-tema yang disampaikan untuk menarik perhatian masyarakat pun tidak berbeda jauh. Padahal, meraih simpati calon pemilih dengan sisa waktu yang ada para caleg harus melakukan diferensiasi. "Buat iklan yang unik namun tetap sesuai public demand (permintaan publik) dan realitas personal," jelasnya.
Tanggapan serupa diungkapkan Hariadi. Akademikus itu melihat iklan politik di Jatim sebagai sampah. Sebab, mereka berpose untuk diri sendiri, dan bukan untuk publik. Menurut dia, agar pariwara tersebut tidak sekadar menjadi sampah, caleg harus bisa berkampanye dengan cara lain. "Create story (membuat cerita, Red) sehingga masyarakat terkesan," tambahnya.
Dosen Unair itu menambahkan, di Jatim terdapat lebih dari 29 ribu caleg sehingga pilihan aktor politik beragam. Namun, pilihan ideologi Jatim cair. Diskursus yang terjadi di dalam partai hanya untuk mobilisasi internal. Pada level eksternal, penggalangan massa bersifat pragmatis.
SURABAYA - Apa yang salah dengan iklan politik para caleg? Berbagai ulasan kritis dan tajam terkait hal itu Kamis (26/02) dipaparkan di acara Dialog
BERITA TERKAIT
- Akun Medsos PJ Bupati Temanggung Diserang Warganet: Stop Cawe-Cawe
- 3 Pejabat di Banggai Diduga Langgar Aturan Netralitas ASN, Gakkumdu Ancam Jemput Paksa
- Aktivis Dorong Semua Pihak Mewujudkan Pilkada Maluku Utara Aman dan Nyaman
- Hasto Bakal Kirim Buku Pak Sabam Biar Ara Sirait Melakukan Perenungan
- Prabowo Seorang Kesatria, Harus Tegas Hadapi Cawe-Cawe Jokowi di Pilkada
- Tuduh Ara Bermain SARA di Pilkada Jakarta, PDIP Bakal Tempuh Langkah Hukum