Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)

Butet Tak Ingin seperti Keluarga Cak Nur

Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)
Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)

’’Kami sering menerima kunjungan mahasiswa seperti itu. Kadang juga dipakai untuk latihan Teater Gandrik jika mau pentas. Karena sekarang kami tidak punya cantrik lagi,’’ kata Butet Kartaredjasa, salah seorang putra Bagong Kussudiardja, yang dipercaya memimpin padepokan.

Sejak Bagong meninggal pada 2004, padepokan yang terletak di Desa Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, itu memang tak lagi menerima cantrik yang mondok di padepokan. Tapi, bukan berarti mereka tak memberi pelatihan tari. ’’Kami masih memberi pelatihan. Tapi, sifatnya bukan pendidikan nonformal semacam kursus bersertifikat yang mensyaratkan cantriknya mondok seperti dilakukan Bapak dulu,’’ kata Butet.

Padepokan itu kini menerima permintaan pelatihan yang sifatnya tidak permanen. Bahkan, nama padepokan pun dihapus. Yang ada sekarang adalah Pusat Latihan Tari (PLT). Inilah yang menerima order pelatihan tari sesuai permintaan. Jika ada satu pemerintah provinsi atau kabupaten meminta pelatihan, mereka siap mengirim tim atau menampung yang akan dilatih ke Desa Kembaran ini.

Apakah hal itu tidak mengkhianati visi yang dirintis Bagong? Secara tegas Butet menjawab tidak. Dia mengaku justru menangkap spirit dasar kesenian sang ayah dan mengembangkannya seperti yang ada saat ini. ”Spirit dasar itu adalah mendekatkan seni dengan masyarakat. Pak Bagong juga menghilangkan sekat kesenian. Tak ada kotak seni tari, seni rupa, maupun teater,’’ jelas Butet.

Tidak banyak pusat latihan tari yang produktif menghasilkan penari dan karya koreografi di negeri ini. Dari yang sedikit itu, Padepokan Seni Bagong

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News