Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)
Butet Tak Ingin seperti Keluarga Cak Nur
Kamis, 29 Januari 2009 – 01:52 WIB
YBK juga mendapatkan sedikit pemasukan dari kunjungan tamu. Saat ramai, tamu rombongan ini bisa memberi kontribusi Rp 2 juta per bulan. Ini bukan dari bea masuk ke padepokan, melainkan dana yang disisihkan dari kontribusi rombongan. Mereka yang akan mengunjungi padepokan dimintai Rp 5.000 per orang dengan kompensasi pengelola padepokan menyediakan air minum serta penampil. Sang penampil itu bisa penari, pemusik, atau arsitek seperti kunjungan mahasiswa di awal tulisan ini.
Selain kerja sama dan tamu rombongan itu, upaya menghidupi yayasan dan padepokan ditempuh dengan menyisihkan pendapatan dari pentas Kua Etnika, Sinten Remen, maupun Teater Gandrik sebesar 10 persen. Pemotongan 10 persen tersebut dilakukan dua kali setahun. Pola ini, menurut Butet, menjadi pola yang tampaknya cocok bagi pengembangan padepokan di masa datang.
’’Kami terus mencoba model ini beberapa tahun. Ke depan, kami ingin bukan kami (Kua Etnika, Gandrik, Sinten Remen maupun PLT) yang menghidupi yayasan. Tapi justru yayasanlah yang menaungi kami,’’ ujar suami Rullyana Isfihana itu.
Maksud Butet, yayasanlah yang memenuhi semua overhead cost dan mereka hanya berkewajiban berkarya. Istilah Butet, mereka (Kua Etnika, Gandrik, Sinten Remen), sebagai ahli waris Bagong Kussudiardja tetap diberi hak ngindung atau magersari dan punya kewajiban berkarya dan berkreasi.
Tidak banyak pusat latihan tari yang produktif menghasilkan penari dan karya koreografi di negeri ini. Dari yang sedikit itu, Padepokan Seni Bagong
BERITA TERKAIT
- Setahun Badan Karantina Indonesia, Bayi yang Bertekad Meraksasa demi Menjaga Pertahanan Negara
- Rumah Musik Harry Roesli, Tempat Berkesenian Penuh Kenangan yang Akan Berpindah Tangan
- Batik Rifaiyah Batang, Karya Seni Luhur yang Kini Terancam Punah
- 28 November, Masyarakat Timor Leste Rayakan Kemerdekaan dari Penjajahan Portugis
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala