Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)

Butet Tak Ingin seperti Keluarga Cak Nur

Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)
Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (1)
Butet memberi gambaran, 15 tahun lagi, saat situasi ideal itu telah tercapai, keluarga Bagong rela melepas padepokan menjadi milik publik. Siapa pun bisa mengakses berbagai fasilitas yang ada di Padepokan Seni. Dia menyadari, sebagai sebuah yayasan, YBK pun menjadi milik publik. Siapa pun bisa menjadi ketua asal memenuhi syarat.

Namun, belajar dari sejumlah yayasan, Butet tak ingin pihak ahli waris Bagong nanti tak memiliki hak atau tersingkir dari YBK. Butet tak ingin seperti keluarga Nurcholish Madjid (Cak Nur) yang ’’terlempar’’ dari Yayasan Paramadina. Dalam waktu dekat ini, YBK akan membahas poin: ahli waris Bagong akan terus punya hak menempati ruang-ruang yang ada di Padepokan Seni. ’’Meski statusnya hanya ngindung atau magersari, tapi magersari permanen,’’ seloroh Butet.

Sebagai ketua YBK, Butet terus memikirkan keberlangsungan dan masa depan padepokan. Dia tak ingin warisan sang ayah sia-sia. Lewat Eko Prawoto, sang arsitek yang dekat dengan keluarga besarnya, Butet telah membuat grand design padepokan ke depan. Misalnya, lingkungan padepokan akan dibangun tempat penginapan tamu, ruang memorabilia, ruang penyimpanan kostum maupun properti pentas, dan kafe.

’’Pendeknya, kami ingin padepokan ini menjadi rumah budaya yang nyaman bagi masyarakat. Anggaran telah kami ajukan ke Pemkab Bantul,’’ kata Butet sembari menyebut Salihara Jakarta sebagai salah satu ”model” rumah budaya yang ingin ditirunya.

Tidak banyak pusat latihan tari yang produktif menghasilkan penari dan karya koreografi di negeri ini. Dari yang sedikit itu, Padepokan Seni Bagong

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News