Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (2)

Keluarga Affandi Ancang-Ancang Bangun Kos-kosan

Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (2)
Juki Affandi bersama patung diri Affandi di museum peninggalan sang ayah di Jalan Laksda Adisucipto, Jogja. Foto: Hermitianta/Radar Jogja/JPNN
Lukisan itu juga bisa dijual jika suatu saat keluarga membutuhkan dana untuk membeli tanah-tanah strategis yang dianggap punya nilai ekonomi tinggi. Di atas tanah tersebut, kata Juki, akan didirikan usaha restoran, kafe, bahkan kos-kosan. Pendapatan dari berbagi usaha itulah yang digunakan untuk menyokong biaya operasional museum. ’’Keluarga tidak bisa menutup kekurangan biaya operasional dengan selalu menjual lukisan,’’ katanya.

Apakah penjualan lukisan dan pembangunan usaha untuk ’’menghidupi’’ museum itu tidak menyalahi visi Affandi, Juki menjawab tidak. ’’Kalau Bapak masih hidup, saya kira, beliau bisa maklum,’’ ujarnya.

Konsistensi penerus Affandi untuk mempertahankan peninggalan pelukis yang dianggap punya kemiripan dengan Vincent Van Gogh itu begitu besar. Saat museum punya dana lebih, kata Juki, pengelola mencari lukisan Affandi yang berada di luar (dimiliki orang lain) untuk dibeli kembali. Prinsipnya, ketika keluarga menjual satu lukisan Affandi, mereka berusaha mendapatkan (minimal dua) lukisan Affandi yang lain. ’’Tentu saja dengan harga yang lebih murah daripada lukisan yang dijual,’’ katanya.

Strategi itu dirasa cukup efektif untuk mempertahankan nilai museum. Sebab, dengan begitu, koleksi yang disajikan kepada masyarakat tidak semakin berkurang, tetapi justru semakin bervariasi. Hal itu juga terkait strategi untuk menarik jumlah pengunjung. Sebab, dengan bertambahnya koleksi lukisan, pengunjung tidak bosan menikmati lukisan yang dipajang di museum itu.

Bapak ekspresionisme Indonesia. Begitu julukan untuk sang maestro Affandi. Kini jejaknya bisa dilihat tak hanya pada sejarah seni rupa, tapi juga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News