Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)
Di Tangan Pesulap, Warisan Itu Hidupi 100 Karyawan
Sabtu, 31 Januari 2009 – 06:21 WIB
Di salah satu dinding galeri bisa dilihat foto-foto para pejabat negara maupun tamu negara yang berkunjung. Saat Radar Jogja (Jawa Pos Group) menemui Sekarlangit, seorang doktor dari Direktorat Pembinaan TK-SD Depdiknas sedang berkunjung sambil menunggu jadwal terbang. Setelah melihat-lihat, dia lalu membeli salah satu kain batik yang dipajang.
SHAG memang dikonsep sebagai penunjang pariwisata Jogja. Semua karya seni yang ada di sana didesain dengan mempertimbangkan aspek pariwisata itu. ''Kalau meneruskan apa yang digagas Papa, saya menerjemahkan inilah art for social. Bukan semata art for art,'' kata Sekarlangit yang kini menjadi pengelola SHAG.
Art for social itulah yang oleh Sekarlangit dipahami dalam visi memberikan pelayanan untuk kemajuan pariwisata Indonesia. Termasuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu. Bahkan, secara lebih ''luas'' galeri tersebut dijadikan ''perusahaan'' yang bergerak di bidang seni budaya, pariwisata, boga, pertunjukan, dan sosial.
Kini, di lokasi itu bukan hanya karya seni ciptaan Saptohoedojo yang bisa dinikmati. Tapi, ada pula restoran, pertunjukan teater, sulap, maupun fashion show. ''Ya, kita harus bisa menangkap peluang dari perkembangan zaman,'' tambah pria yang biasa disapa Shika itu.
Semasa hidupnya, Saptohoedojo dikenal sebagai seniman serbabisa. Selain menekuni seni lukis, dia memelopori Desa ''Gerabah'' Kasongan. Tokoh itu
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408