Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)

Di Tangan Pesulap, Warisan Itu Hidupi 100 Karyawan

Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)
Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)
Di salah satu dinding galeri bisa dilihat foto-foto para pejabat negara maupun tamu negara yang berkunjung. Saat Radar Jogja (Jawa Pos Group) menemui Sekarlangit, seorang doktor dari Direktorat Pembinaan TK-SD Depdiknas sedang berkunjung sambil menunggu jadwal terbang. Setelah melihat-lihat, dia lalu membeli salah satu kain batik yang dipajang.

SHAG memang dikonsep sebagai penunjang pariwisata Jogja. Semua karya seni yang ada di sana didesain dengan mempertimbangkan aspek pariwisata itu. ''Kalau meneruskan apa yang digagas Papa, saya menerjemahkan inilah art for social. Bukan semata art for art,'' kata Sekarlangit yang kini menjadi pengelola SHAG.

Art for social itulah yang oleh Sekarlangit dipahami dalam visi memberikan pelayanan untuk kemajuan pariwisata Indonesia. Termasuk menciptakan lapangan kerja di sektor itu. Bahkan, secara lebih ''luas'' galeri tersebut dijadikan ''perusahaan'' yang bergerak di bidang seni budaya, pariwisata, boga, pertunjukan, dan sosial.

Kini, di lokasi itu bukan hanya karya seni ciptaan Saptohoedojo yang bisa dinikmati. Tapi, ada pula restoran, pertunjukan teater, sulap, maupun fashion show. ''Ya, kita harus bisa menangkap peluang dari perkembangan zaman,'' tambah pria yang biasa disapa Shika itu.

Semasa hidupnya, Saptohoedojo dikenal sebagai seniman serbabisa. Selain menekuni seni lukis, dia memelopori Desa ''Gerabah'' Kasongan. Tokoh itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News