Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)

Di Tangan Pesulap, Warisan Itu Hidupi 100 Karyawan

Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)
Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)
Sebagai anak tunggal dari perkawinan Saptohoedojo dan Yani, Shika awalnya mengaku cuek pada dunia orang tua. Dia tidak tumbuh sebagai anak yang cinta seni. Dia bahkan mengaku kerap menghilang bila ayahnya berniat mengajari dirinya melukis.

Sang ayah, Saptohoedojo, yang meninggal pada 2003 adalah seorang seniman serbabisa. Dilahirkan di Solo pada 6 Februari 1925, Sapto adalah sedikit seniman yang mempunyai latar belakang pendidikan akademis di luar negeri: Academy of Art di London, Inggris.

Sebagai seorang yang piawai di bidang seni lukis, patung, desain, kolase, serta batik, Sapto dikenal sangat suka membagi ilmu. Bersama ibu Sekarlangit, Yani Saptohoedojo, Sapto membina ratusan perajin batik yang tersebar di Jogja dan Jawa Tengah. Dia juga memprakarsai Desa Kasongan (Jogja) sebagai sentra kerajinan industri (gerabah) yang hingga kini menjadi objek wisata menarik.

Sejak awal, Saptohoedojo yang pada 1987 meraih penghargaan Academician of Merit tidak membuat SHAG sebagai galeri yang hanya memajang karya-karyanya semata. Dia juga mengembangkan usaha batik tulis yang eksis hingga kini. Batik yang dihasilkan menjadi salah satu daya tarik jualan di galeri.

Semasa hidupnya, Saptohoedojo dikenal sebagai seniman serbabisa. Selain menekuni seni lukis, dia memelopori Desa ''Gerabah'' Kasongan. Tokoh itu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News