Ikon-Ikon Seni Jogja setelah sang Maestro Berpulang (3-Habis)
Di Tangan Pesulap, Warisan Itu Hidupi 100 Karyawan
Sabtu, 31 Januari 2009 – 06:21 WIB
Saat Radar Jogja datang berkunjung, pembelajaran membatik sudah hampir selesai. Hanya dua pekerja berusia lanjut yang berada di ruang membatik. Selain mereka, hanya para penjaga toko seni berseragam hitam putih yang terlihat berseliweran di galeri. ''Total, kami punya sekitar 100 pekerja. Kadang kami juga menambah jumlah (pekerja paro waktu) kalau sedang ramai,'' papar pria yang mengelola galeri sejak 1994 tersebut.
Berapa biaya yang dikeluarkan per bulan? Shika tak mau menyebutkan angka. Tapi, dia menggambarkan, ada 100 karyawan yang harus digaji dan biaya perawatan galeri. ''Hitung saja listriknya. Kami menggunakan listrik 11 ribu watt,'' ungkap suami Leni Alfiani itu memberi gambaran.
Shika mengaku, istrinya sangat berperan dalam pengelolaan finansial. ''Yang seniman itu kan Shika. Saya kebagian ngurusin hal-hal kecil yang dia malas mengurusnya,'' papar Alfi, panggilan akrab Leni Alfiani, yang ikut mendampingi Shika.
Sejak sang ayah masih hidup, Shika diberi keleluasaan mengembangkan SHAG. Apalagi, dia tumbuh di keluarga yang sangat liberal. ''Jadi, saya mau melakukan apa saja, papi sama mami nggak keberatan,'' tuturnya bangga.
Semasa hidupnya, Saptohoedojo dikenal sebagai seniman serbabisa. Selain menekuni seni lukis, dia memelopori Desa ''Gerabah'' Kasongan. Tokoh itu
BERITA TERKAIT
- Eling Lan Waspada, Pameran Butet di Bali untuk Peringatkan Melik Nggendong Lali
- Grebeg Mulud Sekaten, Tradisi yang Diyakini Menambah Usia dan Menolak Bala
- AKBP Condro Sasongko, Polisi Jenaka di Tanah Jawara
- MP21 Freeport, Mengubah Lahan Gersang Limbah Tambang Menjadi Gesang
- Sekolah Asrama Taruna Papua, Ikhtiar Mendidik Anak-anak dari Suku Terpencil Menembus Garis Batas
- Kolonel Zainal Khairul: Pak Prabowo Satuan Khusus, Saya Infanteri dari 408