Ikut Tarawih Dengan Madzhab Hambali
Kamis, 02 September 2010 – 01:10 WIB
Begitu azan berkumandang, saya langsung mencicipi roti dan minum teh. Azan dilakukan di halaman dekat pintu depan masjid. Saya pikir inilah azan yang tepat, dilakukan di halaman. Bukan di dalam masjid. Rupanya semua jemaah sudah berwudu. Terbukti begitu azan selesai mereka bergegas masuk masjid.
Baca Juga:
Yang membuat saya tiba-tiba terperangah adalah ini: ketika jemaah mulai pelan-pelan masuk masjid muncullah dari arah bangunan lain, sembilan orang muda berpakaian putih-putih dengan surban berbuntut panjang menjuntai di punggung. Jalannya tegap dan cepat. Tidak tolah-toleh. Tidak pula menyapa jemaah lain. Mereka berjalan lurus masuk ke masjid. Lalu berdiri di barisan terdepan. Salah satunya mengambil posisi sebagai imam.
Oh, mereka memang berbeda dengan jemaah biasa. Bukan hanya pakaiannya. Tapi juga peranannya. Merekalah yang disebut para imam. Imam di sini memang memegang peran sentral. Jemaah biasa tidak bisa mengambil tempat di barisan ini. Barisan imam ini seperti kelas khusus yang lebih tinggi. Merekalah yang mendalami agama. Sedang jemaah biasa cukup mengikuti mereka. Ini agak berbeda dengan di Indonesia. Banyak jemaah biasa di Indonesia yang rajin mendalami pengetahuan agama.
Ruangan masjid ini cukup untuk 700 orang. Di bagian kiri dan kanan ruangan masjid banyak terdapat meja setinggi meja makan dan kursi. Setiap satu kursi ada meja di depannya. Di bagian kiri terdapat sekitar 20 meja-kursi. Demikian juga di sisi kanan.
SUDAH tiga kali saya lebaran idul fitri di Tiongkok, tapi baru sekali ini merasakan salat tarawih di sana. Dua hari berturut-turut saya ke masjid
BERITA TERKAIT