Impor Garam Menuai Kecurigaan, Ada Apa?
jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Budget Control (IBC) Akhmad Suhaimi menilai, wajar selalu terjadi pro kontra ketika pemerintah berencana melakukan impor garam.
Pasalnya, tidak sinkronnya data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selaku instansi yang mengeluarkan rekomendasi impor dan yang membina petani garam, dengan instansi yang bersentuhan langsung dengan pelaku pasar dan industri. Yaitu, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan.
Seperti baru-baru ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah mengeluarkan keputusan impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton.
Besaran volume ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari Kemendag dan Kemenperin. Sementara KKP hanya merekomendasikan 2,2 juta ton.
"Selisihnya ada 1,5 juta ton. Jadi, wajar banyak pihak menduga Kemenperin dan Kemendag lebih mewakili pelaku industri dan pasar, daripada melindungi petani garam lokal," ujar Suhaimi di Jakarta, Kamis (1/2).
Demi menjaga stabilitas garam petani lokal dan menghilangkan kecurigaan ada perburuan rente di balik impor garam, Suhaimi mengusulkan impor sebaiknya hanya dilakukan PT Garam, perusahaan negara yang bergerak dalam usaha pergaraman.
"Sebelum impor dilakukan, harus dipastikan seluruh garam lokal sudah terserap. Agar harga garam petani lokal tidak anjlok," ucapnya.
Suhaimi juga mengusulkan dalam pendistribusian garam impor, harus melibatkan sejumlah pihak.
Keputusan impor sebaiknya hanya dilakukan PT Garam dibanding dua kementerian saat ini.
- Anies Yakin Indonesia Tak Perlu Impor Garam, tetapi Butuh Keseriusan
- Kejagung Duga Importir Garam Beri Setoran ke Kemenperin
- Kasus Korupsi Impor Garam, Kejagung Tetapkan 4 Orang Ini Jadi Tersangka
- Asosiasi Petani Garam Dukung Kejaksaan Periksa Airlangga
- Kejaksaan Dalami Kebijakan Impor Garam Kemenperin Era Airlangga
- Susi Pudjiastuti Diperiksa Kejagung, Kasus Apa?