Impor Kertas Bekas Terancam Biaya Tinggi
APKI Meminta Revisi Permendag
Kamis, 20 November 2008 – 15:44 WIB
JAKARTA - Asosiasi Produsen Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) minta pemerintah segera merevisi Permendag No 41/M-DAG/PER/10/2008 soal impor limbah Non-B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Sebab, aturan itu dinilai bisa menimbulkan ekonomi biaya tinggi (high-cost economy). Menurut Mansyur, sejak dulu impor kertas bekas hanya dilakukan oleh para importer produsen (IP). Sebelumnya, mereka harus mendapat rekomendasi Departemen Perindustrian untuk dihitung kebutuhan impornya. Lantas, data itu diajukan ke Departemen Perdagangan untuk mendapatkan izin impor. ''Yang berlaku dulu sudah seperti aturan sekarang. Harus importir produsen dan itu tinggal dijalankan seperti biasanya,'' tuturnya.
''Belum ada pembicaraan dengan kami. Tetapi, Departemen Perdagangan kok sudah menerbitkan aturan itu,'' ujar Ketua APKI Mohammad Mansyur kepada Jawa Pos, Rabu (19/11).
Baca Juga:
Pada 31 Oktober lalu Depdag mengeluarkan aturan impor limbah Non B-3 yang dikategorikan sebagai sisa suatu usaha atau kegiatan berupa skrap atau reja (potongan-potongan) yang tidak termasuk dalam klasifikasi limbah berbahaya atau beracun.
Baca Juga:
JAKARTA - Asosiasi Produsen Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) minta pemerintah segera merevisi Permendag No 41/M-DAG/PER/10/2008 soal impor limbah
BERITA TERKAIT
- Bank Mantap Indonesia Bantu Kebutuhan Para Pensiunan Lewat 3 Pilar ini
- Tingkatkan Pelayanan, KAI Logistik Pangkas Waktu Tempuh Rute Bandung–Surabaya
- Kementerian BUMN Gelar Workshop Penggunaan AI Dalam Komunikasi Media Sosial
- Distribusikan Pupuk Bersubsidi, Petrokimia Gresik Siapkan Stok Lebih dari 372 Ribu Ton
- Sentinel VIP Indonesia Hadirkan Layanan dengan Konsep No Win-No Fee
- Pertamina Sukses Menjaga Pasokan Energi Nasional Selama Periode Natal dan Tahun Baru