Inalum Sudah Bisa Lari
Ya, relatif tidak ada kendala. Yang terpenting tidak terlambat produksi. Meski penjualan tidak sulit tapi pelayanan tetap harus memuaskan.
Untuk pengembangan, misal untuk membangun PLTU, bagaimana soal lahan yang seringkali menjadi kendala?
Ini tadi baru saja saya bicarakan dengan Otorita Asahan. Dulu lahan itu kan HPL-nya atas nama Otorita Asahan, meski untuk pembebasan lahannya dari Inalum. Sekarang ini dalam proses pengalihan HPL dari Otorita Asahan ke Kemenkeu sebagai pihak yang menyertakan modal pemerintah, lantas nanti diserahkan ke Inalum. Proses ini harus cepat. Nah, biar lebih cepat lagi, kita nanti membuat MoU dulu dengan Otorita Asahan, agar urusan lebih lancar, misal untuk mengurus izin amdal.
Inalum ini perusahaan BUMN. Sering ada anggapan perusahaan BUMN diintervensi kepentingan politik. Bagaimana cara Anda agar bisa menjauhi hal itu?
Intinya kita harus profesional. Di BUMN itu ada aturan mainnya, kita harus profesional. Kita ini ditugaskan untuk mengurus perusahaan agar lebih baik, yang bisa memberi nilai tambah untuk bangsa dan negara. Saya kita manajemen baru ini orang-orang profesional. Yang mengurusi uang ahli keuangan, yang mengurusi SDM ahli SDM. Sebenarnya, kalau dari internal sendiri tak mencoba-coba menghadirkan orang politik untuk masuk, aman kita. Yang bahaya itu kalau ada orang internal malah mencoba-coba mengundang orang politik untuk masuk. Sekali kita masuk ke lingkaran itu, berat kita, akan sulit menjaga transparansi.
Apa kalimat yang disampaikan Menteri BUMN Dahlan Iskan saat menunjuk Anda untuk memimpin Inalum?
Pak DI minta agar saya meningkatkan kinerja Inalum, ya minimal sama lah. Tak boleh turun. Dari asing ke BUMN, harus ditingkatkan. Dari sisi pengendalian biaya, itu tadi, direksi dari tujuh tinggal lima. Dulu ada komisaris di Jepang, sekarang tidak ada lagi. Juga diminta untuk ekspansi, hingga 2019 kapasitas produksi harus dua kali lipat. Kita sedang menyusun study kelayakan untuk membangun smelter, PLTU, dan perluasan pelabuhan. Untuk pengembangan hingga 2018/2019 sekitar Rp22 trilun. Itu cukup besar. Selain itu, harus menjaga hubungan yang baik dengan stakeholders, masyarakat, pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota. Untuk dana CSR (Corporate Social Responsibility) dan Bina Lingkungan, jauh lebih besar, lebih tepat sasaran, dan bisa dipertanggungjawabkan. Waktu masih didominasi Jepang, ekspansi tak ada, produksinya saja yang terus digenjot. Dengan ekspansi, kapasitas meningkat dua kali lipat, nanti dampaknya juga ke karyawan, akan lebih sejahtera.
Soal share saham dengan pemda, apa sudah mulai ada pembicaraan?