Indonesia Alami Salah Satu Serangan Siber Terbesar, Apa Artinya?
Menurutnya ada beberapa faktor yang membuat pertahanan siber di Indonesia lemah, seperti "struktur politik, bagaimana masyarakat memandang data, dan digitalisasi yang terlalu cepat."
Belum lagi barter politik, di mana posisi-posisi penting "biasanya dibagikan kepada partai pendukung", padahal menurut Alfons untuk pengelolaan data harusnya "diberikan kepada profesional".
Selain itu menurut pengamatannya, cara kerja pemerintah juga kebanyakan masih berdasarkan proyek, sehingga tidak ada prosese 'maintenance' atau pemeliharaan.
"Waktu ada proyek itu kamu berjuang, kamu dapat, kamu lakukan sebaik mungkin, sudah selesai kamu tinggal."
Padahal menurutnya 'security' atau keamanan seharusnya menjadi komitmen seumur hidup.
Data yang kurang dihargai
Pakar Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah mengatakan Pemerintah Indonesia masih "tidak memberi perhatian penuh terkait dengan keamanan data dan bagaimana data itu sendiri diperlakukan."
Trubus menilai ada nilai pengabaian, jika melihat serangan peretasan dari yang sebelumnya hingga yang terakhir.
Bisa jadi Indonesia masih belum menganggap betapa pentingnya menjaga data, yang juga tercermin dalam "belum menjadikan data sebagai pijakan atau referensi ketika mengambil kebijakan."
Serangan siber yang terjadi pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) Indonesia menunjukkan beberapa hal, salah satunya kegagalan dalam melindungi data
- Kabar Australia: Lebih Banyak Pria Gen-Z Australia yang Mengaku Religius Ketimbang Perempuan
- Dunia Hari Ini: Mobil Dibakar Dalam Serangan Antisemitisme di Australia
- Sejumlah Alasan Kenapa Perusahaan di Australia Batal Mensponsori Visa
- Dunia Hari Ini: Warga Suriah Mengambil Barang-barang di Istana Assad
- Dunia Hari Ini: Proses Pemakzulan Terhadap Presiden Korea Selatan Dimulai
- Dunia Hari Ini: Korea Selatan Membatalkan Darurat Militer