Indonesia Belakangan Kehilangan Tokoh Panutan
Utamanya keramahan dan kesantunan itu. Masyarakat Indonesia tidak boleh tercerabut dari akar budayanya sebagai salah satu elemen penting kehidupan.
"Kalau masyarakat dibiarkan mengingkari akar budayanya, yang akan terjadi adalah disharmoni. Masing-masing merasa paling benar dan ingin menang sendiri. Disharmoni yang berlarut-larut – apalagi jika salah kelola – akan menimbulkan kerusakan yang bisa saja sulit dikalkulasi," tambahnya.
Politikus Golkar itu mengatakan, relevansinya jika setiap elemen masyarakat mengingatkan lagi akan pentingnya untuk selalu berpijak pada akar budaya nasional yang telah ditanamkan dari generasi ke generasi oleh para leluhur.
Lunturnya keramahan dan kesantunan sebagai ciri khas bangsa sudah dirasakan dalam satu-dua dekade terakhir.
Persoalan ini bahkan sering menjadi materi obrolan di berbagai kesempatan.
Di ruang publik, masyarakat kehilangan panutan. Akhir-akhir ini, perilaku sejumah figur publik sama sekali tidak mencerminkan sosok yang ramah dan santun.
Memilih kata-kata kasar saat merilis pernyataan publik. Tak hanya menyerang komunitas atau lembaga lain, tetapi juga individu serta mempertontonkan sikap bermusuhan dan nafsu menghancurkan.
Bahkan tanpa disadari, muncul semangat merasa diri dan lembaganya paling hebat.
Masyarakat dibiarkan mengingkari akar budayanya, yang akan terjadi adalah disharmoni.
- Soal PJJ, Gus AMI: Perlu Terobosan Cepat Mendikbud Libatkan Masjid, Gereja dan Tokoh Agama
- Timwas DPR Minta Gugus Tugas Covid-19 Perbanyak Rapid Test
- Ribka Tjiptaning: Perempuan Indonesia Harus Berani Tampil di Semua Lini Kehidupan
- Andi Akmal Pasluddin Bantu Solusi Kebutuhan Pupuk Petani di Bone
- DPR: Hampir 98 Persen Lapas Kelebihan Kapasitas
- Pimpinan DPR Berharap Ekonomi Provinsi Penerima Dana Otsus Lebih Maju